SETARA Institute: Penanganan Kasus Ferdy Sambo Sudah di Jalur Tepat
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di DPR (Foto: Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - Penanganan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang melibatkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka sudah di jalur yang tepat.

Hal ini disampaikan Ketua SETARA Institute Hendardi menanggapi hasil rapat dengar pendapat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan Komisi III DPR pada Rabu (25/8).

“Secara garis besar, paparan Kapolri dalam merespons berbagai pertanyaan menunjukkan bahwa penanganan kasus FS (Ferdy Sambo) sudah on the rights track sehingga dorongan untuk percepatan pelimpahan dan persidangan bisa menyudahi prahara di tubuh kepolisian,” kata Hendardi dalam keterangan tertulisnya yang dikutip ANTARA, Kamis, 25 Agustus.

Dia menyebut kehadiran Kapolri yang didampingi pejabat utama Polri pada rapat kerja dengan Komisi III DPR menepis berbagai keraguan publik tentang soliditas Polri sebagai akibat lanjutan dari kasus Ferdy Sambo, termasuk memeriksa 97 orang anggota Polri.

Meski pada satu sisi memunculkan ketegangan baru karena aroma kontestasi dan faksionalisasi di tubuh Polri, Hendardi menyebut penindakan terhadap sejumlah anggota Polri sesuai dengan tingkat keterlibatannya menunjukkan efektivitas langkah dan kepemimpinan Kapolri dengan mengambil kendali penanganan kasus Ferdy Sambo maupun agenda pemulihan kepercayaan publik.

Mantan anggota panitia seleksi calon pimpinan KPK itu menggarisbawahi pula dukungan politik kuat dari parlemen untuk reformasi Polri. Sejumlah anggota DPR juga mengingatkan pentingnya percepatan penanganan anggota Polri yang dianggap melanggar kode etik segera dilakukan.

“Termasuk pernyataan clearance dari Kapolri atas sejumlah anggota yang sudah diperiksa, tetapi sebenarnya tidak terlibat,” ujarnya.

“Konsolidasi internal Polri pada jalan perbaikan baru yang holistik bisa diakselerasi,” sambungnya.

Menurut Hendardi, setelah semua langkah presisi telah dilakukan dalam merespons prahara di tubuh Polri, tugas mendesak Kapolri berikutnya adalah menyusun langkah-langkah strategis lanjutan sebagai agenda reformasi Polri yang ia nilai telah lama mati suri dan kehilangan arah.

Dia mengatakan gerak perbaikan Polri selama ini lebih bergantung pada kepemimpinan Kapolri yang menjabat tanpa desain holistik dan berkelanjutan, serta tidak ditemukan pula produk kebijakan yang menggambarkan desain reformasi Polri pada pemerintah maupun DPR sebagai pembuat kebijakan (law makers) sekaligus mitra Polri.

“Reformasi Polri semata-mata mengandalkan aturan-aturan internal Polri yang daya ikat, tingkat kepatuhan dan akuntabilitas kinerjanya sulit diukur dan sulit diakses oleh publik,” ucapnya.

Dengan cakupan mandatnya yang luas dalam menjaga keamanan, melindungi dan mengayomi masyarakat, hingga tugas penegakan hukum sebagaimana UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, Hendardi menilai bahwa menyusun detail agenda reformasi Polri merupakan kebutuhan yang aktual.

“Dengan begitu, beberapa fakta dan dugaan tentang masalah-masalah di tubuh Polri serta aspirasi publik agar Polri lebih akuntabel bisa terjawab,” sebutnya.

Hendardi mengatakan beberapa agenda yang mengemuka setelah kasus Ferdy Sambo terkait pembunuhan Brigadir J harus dicatat dan direformulasi, di antaranya soal tata sekolah kedinasan, penguatan peran Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), kualifikasi keanggotaan di tubuh Profesi dan Pengamanan Polisi Republik Indonesia (Propam Polri).

Kemudian, disparitas penanganan dan perlakuan kasus, ketundukan Polri pada supremasi sipil, pembangunan karakter polisi sipil, dekonstruksi kultur Polri, transparansi dan akuntabilitas penyidikan, dan lain sebagainya.

"Reformasi Polri harus menjadi agenda publik luas sehingga mampu menangkap sebagian besar suara rakyat, suara lirih para korban, dan mandat konstitusional legal eksistensi Polri sebagai pelindung, pengayom dan penegak hukum,” ujarnya.