JAKARTA - Mahkamah Agung memotong hukuman pengusaha Fahmi Darmawansyah yang juga suami Inneke Koesherawati dari 3,5 tahun menjadi 1,5 tahun penjara. Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini terkait perkara suap kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Wahid Husein.
"Menyatakan terpidana Fahmi Darmawansyah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana kepada terpidana dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp100 juta yang bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 6 bulan," demikian putusan PK Fahmi dikutip Antara, Selasa, 8 Desember.
Vonis PK itu dijatuhkan oleh majelis hakim PK yang terdiri dari Salman Luthan selaku ketua majelis, Abdul Latif dan Sofyan Sitompul masing-masing selaku anggota majelis.
Putusan PK itu mengurangi vonis 3,5 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider 4 bulan kurungan yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Bandung pada 20 Maret 2020.
Dalam perkara itu, Fahmi dinilai terbukti memberikan kepada Wahid Husen selaku penyelenggara negara yaitu berupa uang servis mobil, uang menjamu tamu Lapas, hadiah ulang tahun berupa tas cluth bag merek Louis Vuitton untuk atasan Wahid Husen, sepasang sepatu sandal merek Kenzo untuk istri Wahid Husen senilai Rp39,5 juta serta mobil jenis "double 4x4" merek Mitsubishi Triton warna hitam seharga Rp427 juta.
Hadiah-hadiah itu diberikan Fahmi karena ia mendapat renovasi kamar (sel) miliknya dengan uang sendiri.
BACA JUGA:
Alasan majelis PK mengurangi hukuman Fahmi adalah karena putusan Pengadilan Negeri belum mempertimbangkan dasar alasan-alasan penjatuhan pidana.
"Yang mana nilai suap yang diberikan terpidana relatif kecil dan terpidana tidak memiliki niat untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari perbuatan tersebut," kata majelis hakim.
Alasan lain adalah karena dasar putusan Pengadilan Negeri sangat tidak adil bagi Fahmi.
"Karena warga binaan yang lain juga memperoleh fasilitas hanya diberikan sanksi berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan juncto Permenkumham Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara, dengan demikian putusan 'judex facti aquo' telah bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat khususnya Pemohon/Terpidana, dibandingkan dengan tingkat kesalahan Pemohon dengan hukuman pidana penjara yang dijatuhkan kepada Pemohon Peninjauan Kembali," ungkap majelis hakim.
Putusan tersebut berdasarkan dakwaan primair Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.