JAKARTA - Pemimpin tertinggi Iran berjanji untuk membalas terhadap mereka yang mengancam keamanan negara setelah pembantaian peziarah Syiah, serangan yang diklaim oleh ISIS yang mengancam untuk mengobarkan ketegangan di tengah meluasnya protes anti-pemerintah.
Dalam sebuah pernyataan yang dibacakan di TV pemerintah, Ayatollah Ali Khamenei mengatakan para penyerang pasti akan dihukum dan meminta warga Iran untuk bersatu.
"Kita semua memiliki kewajiban untuk menghadapi musuh dan agen pengkhianat atau bodohnya," tegas Khamenei sehari setelah serangan yang menewaskan 15 orang itu, melansir Reuters 27 Oktober.
Seruan Khamenei untuk persatuan tampaknya ditujukan pada sebagian besar loyalis pemerintah, bukan pengunjuk rasa yang gerakannya selama hampir enam minggu dipandang sebagai ancaman bagi keamanan nasional oleh pihak berwenang.
Pemimpin ulama Iran telah menghadapi protes nasional sejak kematian Mahsa Amini, seorang wanita Kurdi berusia 22 tahun pada 16 September, dalam tahanan polisi moral.
Orang-orang Iran telah menyerukan kematian Khamenei dan diakhirinya pemerintahan selama protes, yang telah menjadi salah satu tantangan paling berani bagi kepemimpinan ulama sejak revolusi 1979, menarik banyak orang Iran ke jalan-jalan.
Pejabat Iran mengatakan, mereka telah menangkap seorang pria bersenjata yang melakukan serangan di Masjid Shah Cheragh di Kota Shiraz. Media pemerintah menyalahkan "teroris takfiri", label yang digunakan Teheran untuk militan Muslim Sunni garis keras seperti ISIS.
Sementara itu, seorang pejabat senior mengatakan tersangka penyerang berada dalam kondisi kritis setelah ditembak oleh polisi.
"Teroris berada dalam kondisi kritis dan kami belum dapat menginterogasinya," kata Wakil Gubernur Provinsi Easmail Mohebipour, dikutip oleh kantor berita semi-resmi Tasnim.
BACA JUGA:
Rekaman CCTV yang disiarkan di TV pemerintah pada Hari Kamis menunjukkan, penyerang memasuki kuil setelah menyembunyikan senapan serbu di dalam tas, menembak ketika para jemaah mencoba melarikan diri dan bersembunyi di koridor.
ISIS, yang pernah menjadi ancaman keamanan di Timur Tengah, telah mengklaim kekerasan sebelumnya di Iran, termasuk serangan kembar mematikan pada tahun 2017 yang menargetkan parlemen dan makam pendiri Republik Islam, Ayatollah Ruhollah Khomeini.