JAKARTA - Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional (Dirjen HPI) Kemenlu RI L. Amrih Jinangkung menegaskan, Pulau Pasir atau Ashmore Reef tidak pernah menjadi bagian dari wilayah Indonesia berdasarkan hukum internasional.
Permasalahan Pulau Pasir menarik perhatian, setelah adanya keinginan Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor Ferdi Tanoni, mengancam melayangkan gugatan kepemilikan pulau tersebut oleh Australia ke Pengadilan Commonwealth Australia di Canberra.
"Wilayah NKRI berdasarkan hukum internasional adalah bekas Wilayah Hindia Belanda, dalam konteks ini, Pulau Pasir tidak pernah jadi bagian wilayah Hindia Belanda," jelasnya dalam press briefing virtual, Kamis 27 Oktober.
"Setelah Indonesia merdeka, Pulau Pasir tidak jadi menjadi bagian wilayah. Hindia Belanda juga tidak protes klaim pulau tersebut oleh inggris," sambungnya.
Sebelumnya Dirjen Amrih menjelaskan, dasar hukum internasional kepemilikan pulau itu adalah prinsip Uti Possidetis Juris, yakni prinsip yang mengatur bahwa negara yang baru merdeka mewarisi batas wilayah pendahulunya.
Dijelaskan olehnya, mengacu pada Deklarasi Djuanda 1957, serta UU No.4 Tahun 1960, Pulau Pasir tidak masuk dalam wilayah NKRI dan pada peta-peta setelah tahun itu juga tidak termasuk.
BACA JUGA:
"Untuk mengakomodasi nelayan tradisional NTT, Indonesia dan Australia membikin perjanjian mou untuk mengakomodasi tahun 1974, disempurnakan 1981 dan 1989, diatur mengenai hak nelayan tradisional NTT untuk melakulan kegiatan nelayan tradisonal di sekitar pulau itu, karena sejak dulu jadi wilayah nelayan tradsional NTT mencari ikan," pungkasnya.