Bagikan:

JAKARTA - Persidangan kasus pembunuhan berencana Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J memunculkan beberapa fakta baru. Satu di antaranya Brigadir Daden Miftahul Haq yang disebut punya peran cukup besar.

Nama Brigadir Daden Miftahul Haq sedianya tak begitu terdengar saat kasus itu di tahap penyelidikan dan penyidikan.

Namun, saat kekasih dan adik Brigadir J, Vera Maretha Simanjuntak serta Mahareza Rizky, dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Bharada Richard Eliezer, nama Brigadir Daden Miftahul Haq kerap disebut.

Berdasarkan keterangan Vera, Brigadir Daden Miftahul Haq disebut sempat bermasalah dengan Brigadir J.

Kedua ajudan Ferdy Sambo itu disebut mulai berselisih sejak tiga tahun lalu.

“Kalau dulu tahun 2019 bahwa dia itu pernah ada masalah sama salah satu ajudan,” ujar Vera dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 25 Oktober.

Hakim ketua Wahyu Iman Santoso lantas meminta Vera untuk menyebut nama ajudan Ferdy Sambo yang dimaksud.

“Brigadir Daden,” kata Vera.

“Korban pernah cerita tentang terdakwa?” tanya hakim.

“Tidak Yang Mulia,” jawab Vera.

Namun, Vera menyatakan, sehari sebelum kekasihnya meninggal dunia pada 7 Juli, Brigadir J sempat bercerita ajudan itu sangat tak baik.

Hanya saja, tak dipaparkan masalah yang terjadi antara Brigadir J dengan Brigadir Daden.

“Terus dia ngomong kurang ajar orang ini,” kata Vera.

Tapi, menurut Vera, kekasihnya itu tak menjelaskan penyebab atau pemicu perselisihan tersebut.

Kala itu, Brigadir J yang menghubunginya melalui telepon hanya menyebut telah dituding sebagai penyebab Putri Candrawathi sakit. Meski, tak merujuk sosok penudingnya.

"Terus Kenapa tadi bang? 'Kurang ajar orang ini.' Terus saya bilang kurang ajar gimana? 'Ibu sakit, aku dituduh bikin ibu sakit.' Sakit apa saya bilang? 'Enggak tahu saya.'," ungkap Vera menceritakan ulang komunikasinya dengan Brigadir J.

"Terus siapa yang nuduh saya bilang, 'ada lah orang di skuat sini.' Emang abang apain ibu? Abang pukul ibu? 'oh enggak lah dek. Aku diancam'," sambungnya.

Vera yang merasa penasaran hanya menanyakan orang yang mengancamnya. Brigadir J kala itu hanya menyebut 'skuat' walau tidak merinci siapa yang dimaksud

"Siapa yang ancam? 'Squad-squad di sini.' Ya sudah kalah abang tidak salah, abang jangan takut," sebut Vera.

"Iya nanti aku kabari lagi ya.' Memang abang lagi di mana? 'Lagi di Magelang'," sambungnya.

Vera menyebut pada sehari sebelum kekasihnya tewas, ada ancaman pembunuhan yang diterima Brigadir J.

"Tanggal 7 itu ancamannya itu berani kau naik ke atas, ku bunuh kau," kata Vera.

Sementara untuk Mahareza Rizky, Brigadir Daden Miftahul Haq disebut sempat menanyainya soal kepemilikan senjata api (senpi). Pertanyaan itu dilayangkan secara tiba-tiba

Pertanyaan itu disebut dilontarakan Brigadir Daden pada 8 Juli 2022 atau pasca Yosua tewas di rumah dinas Sambo, Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Semua bermula ketika Brigadir Daden menghubunginya sekitar pukul 19.00 WIB. Disebutkan ajudan Ferdy Sambo itu mempertanyakan mengenai keberadanya.

“‘Kamu di mana? (tanya Daden, red). Saya jawab di kosan, dekat Saguling," ujar Reza.

Kemudian, disebutkan, kalimat selanjutnya yang dilayangkan Daden yakni soal Reza membawa senpi atau tidak.

Sehingga, adik Brigadir J itu menjawab tak membawa senpi. Lantas, Reza diminta Daden untuk datang ke Biro Provos di Mabes Polri.

Bahkan, pertanyaan yang sama juga disampaikan Daden usai Reza tiba di kantor Biro Provos.

“Dia tanya lagi saya bawa senpi atau tidak? Dia langsung geledah sampai kaki, dan beliau (Daden) minta buka jok motor,” papar Reza di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Lantas, hakim ketua Wahyu Iman Santoso mempertanyakan ada tidaknya kecurigaan yang dirasakan Reza.

Dikatakan, Reza memang sudah curiga dengan perilaku Daden. Tapi, belum mengetahui bahwa Yosua telah meninggal.

“Di situ saya sudah curiga, tapi saya belum tahu apa-apa,” kata Reza.