JAKARTA - DPR meminta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) segera meneliti penyebab penyakit gagal ginjal akut yang tingkat kematiannya mencapai 57,5 persen.
DPR menilai kasus gagal ginjal akut ini tidak boleh dianggap remeh yang penanganannya hanya dengan mengimpor obat untuk menanggulanginya menggunakan anggaran negara.
"Ini penyakit yang misterius dan tidak boleh disikapi secara sporadis dan biasa-biasa saja. BRIN yang memiliki kapasitas untuk melaksanakan riset kesehatan harus segera mengambil inisiatif strategis tersebut,” ujar anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, Selasa, 25 Oktober.
"Jangan membiarkannya berlarut-larut, apalagi kalau yang muncul hanyalah inisiatif impor obat dengan biaya APBN,” sambungnya.
Legislator PKS Dapil Banten itu berharap, pemerintah tidak mengulangi kesalahan yang sama ketika penanganan awal pandemi COVID-19 di Indonesia. Kala itu, pemerintah dinilai lambat dalam menangani, dan malah menjadikannya sebagai ladang bisnis bidang kesehatan.
"Kita jangan mengulangi kesalahan sebelumnya dalam menangani COVID-19, yang ditengarai sebagai ajang bisnis PCR dan bisnis vaksin,” tegas Mulyanto.
BACA JUGA:
Oleh karena itu, politikus PKS itu meminta pemerintah untuk tidak menyelesaikan masalah ini dengan pendekatan bisnis obat atau bisnis kesehatan.
Kata Mulyanto, dalam kondisi APBN yang terbatas, pemerintah juga harus cermat secara scientific based dalam menangani kasus kesehatan seperti yang terjadi belakangan ini. Jangan belum apa-apa, sudah ramai berencana impor obat dengan APBN.
"BRIN harus didorong optimal untuk meneliti soal ini secara akurat, menjawab penyebab dan usulan solusinya. Ini kasus luar biasa, yang perlu didekati secara luar biasa dengan keseriusan,” kata Mulyanto.
Diketahui, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunawan, mengatakan bahwa sebanyak 26 vial obat Fomepizole untuk mengobati gagal ginjal akut telah tiba di Indonesia pada Minggu, 23 Oktober. Obat tersebut didatangkan dari Singapura dan Australia.
“Indonesia mendapatkan 10 vial obat Fomepizole dari Singapura dan 16 dari Australia,” ujar Menkes, Minggu, 23 Oktober.
Untuk prosesnya, lanjut Budi, obat-obatan akan dibawa langsung dari kedua negara itu. “Hari ini, di-hand carry, dibawa lewat pesawat, ada orang yang ambil,” jelasnya.
Menurut Menkes, Fomepizole yang diperuntukkan membantu pemulihan pasien gangguan ginjal akut itu merupakan obat langka. Dia pun mengapresiasi dan mengucapkan terima kasih atas bantuan Singapura dan Australia.
Budi mengatakan, penggunaan obat antidotum jenis Fomepizole sudah dianggap manjur. Sebab, kata dia, obat itu dinilai bisa mencegah tingkat keparahan gangguan ginjal akut.
“Obat ini masih langka, ya, kita bisa dibantu. Saya telepon menteri kesehatan Singapura sama Australia langsung dikasih,” ujar Menkes.