JAKARTA - Kasus gagal ginjal akut yang melanda beberapa negara, termasuk Indonesia, memiliki angka kematian yang cukup tinggi. Di Indonesia, angka kematian dari kasus yang ada mencapai 48 persen atau hampir separuh dari total kasus.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril menjelaskan penyebab angka kematian kasus gagal ginjal akut misterius tinggi. Kata Syahril, ginjal adalah salah satu organ tubuh yang sangat penting karena pusat metabolisme.
"Ginjal kan pusat metabolisme, organ yang sangat penting. Apabila terjadi gangguan, maka ini akan mengganggu metabolisme dan gangguan metabolisme ini akan menyebabkan organ lain terganggu juga," kata Syahril dalam konferensi pers virtual, Rabu, 19 Oktober.
Syahril menguraikan jika sampai terjadi kondisi gagal ginjal, maka ginjal tidak lagi bisa melakukan aktivitasnya sebagai alat metabolisme tubuh.
Ketika ginjal sudah terganggu, tanda yang nampak adalah frekuensi keluarnya urin menjadi sangat sedikit. Bahkan, jika ginjal sudah terjadi kerusakan, hal itu mengakibatkan tidak terjadinya produksi urin.
"Untuk itu, tingkat kematiannya tinggi dikarenakan dia sudah masuk ke dalam fase (gagal ginjal) itu," ujar Syahril.
Karena itu, Syahril mengimbau kepada masyarakat serta tenaga kesehatan untuk lebih waspada dan lebih cepat melakukan tinakan apabila anak mengalami gejala yang ia sampaikan sebelumnya.
Gagal ginjal akut misterius adalah kondisi saat ginjal tiba-tiba tidak dapat menyaring limbah dari darah dan tanpa diketahui penyebabnya.
Gejala awal gangguan ginjal akut misterius adalah demam, diare atau muntah, dan batuk-pilek. Gejala lanjutannya adalah jumlah urin dan frekuensi BAK berkurang, badan membengkak, penurunan kesadaran, dan sesak napas.
BACA JUGA:
Per tanggal 18 Oktober 2022, tercatat sudah ada 206 kasus gagal ginjal akut misterius yang tersebar di 20 provinsi di Indonesia. Sebanyak 99 kasus di antaranya meninggal dunia.
Seiring dengan penerbitan Keputusan Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes nomor HK.02.92/I/3305/2022 tentang Tatalaksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal, semua fasilitas kesehatan diminta untuk tidak memberi resep dan menyediakan obat dalam bentuk cair.
"Kemenkes sudah meminta kepada seluruh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara ini, tidak meresepkan atau memberikan obat-obat dalam bentuk sediaan cair atau sirup sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas," ungkap Syahril.
Selain itu, Kemenkes juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan atau bebas terbatas dalam bentuk cair atau sirup kepada masyarakat untuk sementara ini.
"Langkah ini diambil sampai hasil penelitian tuntas dengan maksud dugaan-dugaan ini sedang kita teliti. Untuk menyelamatkan anak2 kita yang lebih berat, maka diambil kebijakan untuk melakukan pembatasan ini," jelasnya.
Kemenkes juga mengimbau seluruh masyarakat untuk melakukan pengobatan kepada anak dengan tidak mengonsumsi obat dalam bentuk cair atau sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan.
"Sebagai alternatif, dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, suppositoria, atau yang lainnya," imbuhnya.