Bagikan:

JAKARTA - Politisi oposisi Rusia yang dipenjara Alexei Navalny mengatakan pada Hari Kamis, pihak berwenang telah membuka kasus pidana baru terhadapnya terkait mempromosikan terorisme dan ekstremisme, dengan potensi ancaman hukumannya lebih dari dua kali lipat.

Navalny, kritikus domestik paling menonjol dari Presiden Vladimir Putin, sudah menjalani hukuman penjara dengan total 11-1/2 tahun karena penipuan, penghinaan terhadap pengadilan dan pelanggaran pembebasan bersyarat, yang semuanya dia tolak sebagai tuduhan palsu sekadar untuk membungkamnya.

"Saya seorang jenius dari dunia bawah. Profesor Moriarty bukan tandingan saya," katanya sinis dalam sebuah unggahan Twitter, membandingkan dirinya dengan musuh bebuyutan Sherlock Holmes, melansir Reuters 21 Oktober.

"Kalian semua mengira saya telah diisolasi di penjara selama dua tahun, tetapi ternyata saya aktif melakukan kejahatan. Untungnya, Komite Investigasi waspada dan tidak melewatkan apa pun," tandasnya

Navalny mengatakan pengacaranya memperkirakan dia sekarang bisa menghadapi hukuman kumulatif sekitar 30 tahun. Tidak ada konfirmasi resmi segera dari kasus baru dari Komite Investigasi.

Sementara itu, juru bicara Navalny, Kira Yarmysh, mengatakan kasus tersebut terkait dengan saluran YouTube "Politik Populer" yang diluncurkan oleh sekutunya, setelah dia dipenjara selama satu tahun.

Diketahui, Navalny telah lama menjadi duri di pihak Putin, berkampanye melawan korupsi endemik di Rusia dalam video yang dibuat dengan cerdik dan menarik banyak penonton di media sosial.

Pada tahun 2020, ia diracuni selama perjalanan kampanye di Siberia, menurut analisis yang dilakukan oleh beberapa institusi medis Eropa. Kremlin membantah terlibat. Setelah berbulan-bulan menjalani perawatan medis di Jerman, dia ditangkap karena pelanggaran pembebasan bersyarat, ketika dia kembali ke Rusia pada awal 2021.

Diketahui, sejak invasi Rusia ke Ukraina, Kremlin telah mempercepat kampanyenya untuk menumpas dan membungkam oposisi domestik. Navalny telah berbicara menentang perang, menyerang Presiden Putin selama di pengadilan dan menyebut invasi itu "bodoh" dan "dibangun di atas kebohongan".