JAKARTA - Pemimpin oposisi Rusia yang dipenjara Alexei Navalny mengatakan pada Hari Rabu, penyelidik telah membuka apa yang disebutnya sebagai kasus terorisme "tidak masuk akal" terhadapnya, membuat ia terancam dijatuhi hukuman tambahan 30 tahun penjara.
Navalny, mantan pengacara yang menjadi terkenal lebih dari satu dekade lalu lantaran mengkritik Presiden Vladimir Putin, menuduh korupsi skala besar, menjalani hukuman gabungan 11,6 tahun untuk penipuan dan penghinaan terhadap pengadilan terkait perkataannya, tuduhan yang dibuat untuk membungkamnya.
Navalny muncul di pengadilan Moskow melalui tautan video pada Hari Rabu sebagai bagian dari kasus ekstremisme.
"Mereka telah membuat tuduhan yang tidak masuk akal, yang menurutnya saya menghadapi 30 tahun penjara," katanya dalam pernyataan yang dipublikasikan di media sosial oleh para pendukungnya, melansir Reuters 26 April.
"Saya bersikeras bahwa upaya untuk menutup proses ini, bukan hanya upaya untuk mencegah saya mengetahui kasus ini, tetapi juga upaya untuk memastikan tidak ada yang mengetahuinya," katanya.
Navalny menekankan, tidak masuk akal untuk mengatakan bahwa ia telah melakukan terorisme selama di penjara. Ia mengatakan, kasus ini akan diadili oleh pengadilan militer.
Diketahui, Navalny mendapat pujian dari oposisi Rusia yang berbeda, karena secara sukarela kembali ke Rusia pada tahun 2021 dari Jerman, tempat dia dirawat setelah upaya untuk meracuninya di Siberia pada Agustus 2020. Kremlin membantah mencoba membunuhnya.
Pendukungnya menyebut dia sebagai Nelson Mandela Afrika Selatan versi Rusia, yang suatu hari akan bebas dari penjara untuk memimpin negaranya.
BACA JUGA:
Sedangkan pihak berwenang Rusia memandang dia dan para pendukungnya sebagai ekstremis yang memiliki hubungan dengan badan intelijen CIA Amerika Serikat, berusaha membuat Rusia tidak stabil. Mereka telah melarang gerakannya, memaksa banyak pengikutnya melarikan diri ke luar negeri.
Bulan ini, penyelidik Rusia secara resmi mengaitkan pendukung Navalny dengan pembunuhan Vladlen Tatarsky, seorang blogger militer populer dan pendukung kampanye militer Rusia di Ukraina, yang terbunuh oleh bom di St. Petersburg. Sebagai tanggapan, sekutu Navalny telah membantah ada hubungannya dengan pembunuhan itu.