Bagikan:

JAKARTA - Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) menyatakan akan mengusung pasangan capres dan cawapres pada babak akhir. Hingga pertemuan KIB semalam, belum juga ada nama terlontar dari Golkar, PAN dan PPP.

Belakangan, justru santer wacana pengusungan Ganjar Pranowo dan Airlangga Hartarto oleh KIB berdasarkan hasil positif sejumlah survei jika keduanya berpasangan. Namun, pasangan ini dinilai kurang merepresentasikan suara muslim.

Pakar komunikasi publik dan pemasaran politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad menyorot hal tersebut. Menurutnya, pasangan Ganjar-Airlangga yang dipandang terlalu condong mewakilkan kelompok nasionalis juga merepresentasikan suara suara massa muslim.

"Menurut saya, figur-figur seperti Pak Ganjar, Pak Airlangga kalau dilihat keduanya dari representasi partai yang identitas ideologinya kental nasionalis, tetapi kalau kita lihat tidak bisa dengan kategori itu saja," ujar Nyarwi di Jakarta, Jumat, 21 Oktober.

Sebab faktanya, lanjut Nyarwi, hampir semua partai bernuansa nasionalis juga memiliki arah untuk mengakomodasi kelompok Islam dengan membentuk organisasi sayap.

"Partai-partai pasca-reformasi, bahkan partai nasionalis, bahkan sejak Orde Baru berusaha untuk merepresentasikan komunitas Islam, sehingga hampir di setiap partai punya sayap Islam. Cuma sering kali ini tidak dipandang sebagai bentuk representasi umat Islam," tuturnya.

Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS) itu juga menggarisbawahi bahwa capres dan cawapres yang diusung dalam pilpres tidak harus merepresentasikan kelompok tertentu.

"Sebenarnya tidak ada ketentuan dalam sejarah republik bahwa capres-cawapres harus merepresentasikan kelompok, kategori partai nasionalis dan Islam, tidak ada," katanya.

"Tapi ada semacam konsensus nasional bahwa sosok profil figur rata-rata ya memang tidak hanya kategori nasionalis, karena juga karena mayoritas pemilih muslim biasanya kan ada kepantasan sosok yang mewakili Islam. Itu dianggap penting," tambah Nyarwi.

Oleh karena itu, menurut Nyarwi, wacana pemasangan Ganjar Pranowo dan Airlangga Hartarto tidak mempunyai hambatan berat. Menurutnya, belum ada riset kredibel yang menunjukkan resistensi atau penolakan dari pemilih Islam terhadap kedua sosok tersebut.

"Menurut saya tidak ada kendala. Belum ada data riset juga yang sangat kredibel, yang menunjukkan ada pemilih dari kalangan Islam yang resistensinya tinggi atau mereka berdua mendapat resistensi tinggi dari kalangan pemilih muslim. Termasuk tidak ada misalnya bentuk-bentuk kebijakan yang telah dilakukan keduanya selama berkarir di politik yang bisa menunjukkan kebijakan yang merugikan umat Islam," jelasnya.

Meski demikian, tambah Nyarwi, pencalonan pasangan Ganjar-Airlangga akan menghadapi masalah ketika muncul isu dalam kampanye yang mengarah pada polaritas berbasis agama. Pemilih muslim menginginkan capres-cawapres yang lebih islami, tidak sekedar Islam.

"Artinya peluang Ganjar, maupun Airlangga untuk diterima di kalangan muslim masih sangat besar. Kecuali nanti dalam masa kampanye misalnya muncul isu-isu yang mengarah kepada polarisasi karena tuntutan figur capres-cawapres yang makin islami. Ini balik lagi ke siapa yang menjadi kompetitor," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto menjelaskan alasan KIB tidak terburu-buru menentukan capres karena tidak ingin membeli kucing dalam karung.

"KIB tidak mau membeli kucing dalam karung. Masalahnya kalau ada kucingnya, alhamdulillah, kalau tidak ada? Itu yang masalah," ujarnya saat pemaparan visi misi KIB, di Kemayoran, Jakarta, Kamis, 20 Oktober.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian itu juga menilai mendengung-dengungkan usungan capres di tengah ketidakpastian global akan menjadi kontraproduktif. Dia bilang, yang lebih utama dari itu, justru menyelesaikan tantangan-tantangan tersebut.

"KIB menghormati Pak Presiden akan ada kerikil di sepatu, kalau terlalu banyak capres yang di-annaounce (diumumkan) sebelum waktunya karena kita sedang menghadapi tantangan ketidakpastian yang tinggi," katanya.

"Bukan waktunya untuk saling berbeda pendapat terhadap hal yang belum waktunya, ini akan menjadi tidak produktif," tambah Airlangga.