Bagikan:

JAKARTA - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, menurut hasil penelitian ada tiga zat kimia berbahaya yang ditemukan pada obat sirup yang dikonsumsi oleh pasien anak yang mengalami gagal ginjal akut. Yaitu, ethylene glycol, diethylene glycol, dan ethylene glycol butyl ether.

Budi mengatakan, ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE) seharusnya tidak ada dalam obat-obatan sirup. Pun kalau ada kadarnya harus sangat sedikit.

Zat-zat kimia tersebut bisa muncul bila polyethylene glycol, yang batas toleransi ditentukan, digunakan sebagai penambah kelarutan dalam obat-obatan berbentuk sirup.

Menurut Farmakope Indonesia, EG dan DEG tidak digunakan dalam formulasi obat, tapi dimungkinkan keberadaannya dalam bentuk kontaminan pada bahan tambahan sediaan sirup dengan nilai toleransi 0,1 persen pada gliserin dan propilen glikol serta 0,25 persen pada polyethylene glycol.

"Kementerian Kesehatan sudah melarang sementara penjualan dan penggunaan obat bebas dan atau bebas terbatas dalam bentuk sirop dalam upaya menekan faktor risiko gagal ginjal akut," kata Budi dikutip dalam siaran pers Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes di Jakarta, Antara, Kamis, 20 Oktober.

Kemenkes juga menginstruksikan tenaga kesehatan menghentikan sementara peresepan obat-obatan berbentuk sirop yang diduga terkontaminasi EG dan DEG.

"Sambil menunggu BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) memfinalisasi hasil penelitian kuantitatif mereka, Kemenkes mengambil posisi konservatif dengan sementara melarang penggunaan obat-obatan sirop," kata Menteri Kesehatan.

Warga yang anaknya memerlukan obat berbentuk sirup yang tidak bisa diganti dengan sediaan obat yang lain seperti obat anti-epilepsi disarankan berkonsultasi dengan dokter spesialis anak atau konsultan anak.

Budi menambahkan, jumlah anak usia di bawah lima tahun yang teridentifikasi mengalami gagal ginjal akut sudah mencapai 70-an per bulan.

"Balita yang teridentifikasi gagal ginjal akut sudah mencapai 70an per bulan, realitasnya pasti lebih banyak dari ini, dengan laju angka kematian mendekati 50 persen," katanya.