Bagikan:

JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyebut bahwa Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) DKI Jakarta disiapkan menjadi tempat rujukan dan pelatihan bagi daerah lain untuk pemeriksaan toksikologi.

Pemeriksaan toksikologi dalam hal ini diperuntukkan sebagai pemeriksaan cairan atau racun pada sampel kasus gagal ginjal akut misterius yang kini menjangkit anak-anak di Indonesia.

Hal ini dikatakan Heru saat meninjau kesiapan fasilitas kesehatan di kantor Labkesda DKI Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat bersama Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Rizka Andalucia.

"Kami memastikan bahwa Labkesda DKI komplit. Bu Dirjen menyampaikan ini jadi tempat rujukan, jadi tempat pelatihan bagi labkesda daerah lain supaya sama standarnya," kata Heru, Kamis, 20 Oktober.

Melanjutkan, Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Rizka Andalucia menguraikan bahwa pemilihan Labkesda DKI Jakarta menjadi tempat pelatihan pemeriksaan toksikologi bagi daerah lain dilihat dari lengkapnya peralatan dan sudah melakukan optimalisasi metode.

"Metodenya kan harus sama (seluru daerah), supaya nanti pengukurannya juga seragam. Kita melihat labkesda ini sudah siap dan besok labkesda di daerah-daerah akan melakukan pelatihan di sini supaya segera siap melakukan pemeriksaan," ujar Rizka.

"Jadi, nanti kalau di daerah-daerah lain ada kasus (gagal ginjal akut misterius), tidak perlu ke sini lagi, cukup labkesda di daerahnya," lanjutnya.

Sebagaimana diketahui, gagal ginjal akut misterius atau atypical progressive acute kidney injury (AKI) adalah kondisi saat ginjal tiba-tiba tidak dapat menyaring limbah dari darah dan tanpa diketahui penyebabnya.

Gejala awal gangguan ginjal akut misterius adalah demam, diare atau muntah, dan batuk-pilek. Gejala lanjutannya adalah jumlah urin dan frekuensi BAK berkurang, badan membengkak, penurunan kesadaran, dan sesak napas.

Kementerian Kesehatan sudah meneliti bahwa pasien balita yang terkena gagal ginjal akut misterius terdeteksi memiliki 3 zat kimia berbahaya, yakni ethylene glycol-EG, diethylene glycol-DEG, dan ethylene glycol butyl ether-EGBE.

Ketiga zat kimia ini merupakan impurities dari zat kimia tidak berbahaya, polyethylene glycol, yang sering dipakai sebagai solubility enhancer di banyak obat-obatan jenis sirup.

Beberapa jenis obat syrup yang digunakan oleh pasien balita yang terkena AKI (kita ambil dari rumah pasien), terbukti memiliki EG, DEG, EGBE, yang seharusnya tidak ada/sangat sedikit kadarnya di obat-obatan sirup tersebut. Sehingga, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengeluarkan keputusan yang melarang penggunaan obat-obatan sirup.

"Sambil menunggu otoritas obat atau BPOM memfinalisasi hasil penelitian kuantitatif mereka, Kemenkes mengambil posisi konservatif dengan sementara melarang penggunaan obat-obatan sirup. Mengingat balita yang teridentifikasi AKI sudah mencapai 70-an per bulan," urai Budi dalam keterangannya.