Bagikan:

JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan mantan Sekretaris NCB Interpol Indonesia, Brigjen Nugroho Slamet Wibowo sebagai saksi dalam persidangan dugaan gratifikasi penghapusan red notice untuk terdakwa Joko Tjandra. 

Dalam persidangan, Slamet Wibowo menjelaskan soal pihak Imigrasi yang ragu atas surat informasi soal nama Joko Tjandra telah terhapus pada sistem red notice.

Kesaksian Slamet Wibobo berawal ketika jaksa mempertanyakan soal adakah respon dari pihak Imigrasi atas surat tersebut. Namun, tak ada respons apa pun.

"Ngga ada," kata Slamet Wibobo dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis, 3 Desember.

Jaksa kembali bertanya mengenai ada tidaknya pihak Imigrasi yang menghubungi saksi. Slamet Wibowo mengaku pernah dihubungi.

Dirjen Imigrasi yang saat itu dijabat Reinhard Silitonga menghubungi saksi untuk mempertanyakan kebenaran surat itu. Sebab surat itu menjadi dasar pihak imigrasi menghapus nama Joko Tjandra dari Enchanced Cekal System (ECS) atau DPO.

"Saya dihubungi oleh Irjen Pol Reinhard Silitonga untuk menanyakan kebenaran surat ini dikirim interpol atau bukan lalu saya jawab betul dikirim Interpol," kata dia.

Saat disinggung ada tidaknya pembicaran lain, Slamet Wibowo menegaskan tak ada komunikasi lainnya. 

"Hanya begitu," ujar Slamet.

Dalam kasus dugaan suap penghapusan red notice, penyidik menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka berperan sebagai penerima dan pemberi. 

Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Prasetijo Utomo ditetapkan sebagai tersangka karena diduga sebagai penerima suap penghapusan red notice. Sementara Tommy Sumardi dan Joko Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan sebagai pemberi suap.