JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta mantan KSAU Agus Supriatna membuktikan jika isi dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang menyebut namanya tak tepat. Pembuktian bisa dilakukan dengan hadir di persidangan dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101.
"Sebagai warga negara yang baik, silakan nanti hadir di persidangan dan sampaikan di hadapan majelis hakim jika merasa fakta tersebut tidak benar," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 14 Oktober.
Adapun dalam surat dakwaan Irfan Kurnia Saleh yang merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri dan pengendali PT Karsa Cipta Gemilang (KCG), Agus disebut telah diperkaya hingga Rp17.733.600.000 saat proses pengadaan helikopter.
Ali memastikan dakwaan yang dibacakan JPU di pengadilan tidak tendensius. Semua disusun berdasarkan hasil penyidikan yang sah dan bisa dibuktikan.
"Publik pun kami ajak untuk ikuti dan kawal proses persidangannya yang terbuka untuk umum," tegasnya.
BACA JUGA:
Lagipula, KPK sudah pernah memberikan kesempatan bagi Agus untuk menjelaskan di hadapan penyidik terkait proses pengadan helikopter itu. Hanya saja, Agus tidak hadir saat itu.
"Saksi tidak kooperatif untuk hadir memenuhi panggilan," ujar Ali.
Sebagai informasi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK memerinci ada sejumlah pihak yang diuntungkan dari pengadaan Helikopter AW-101. Pengadaan ini membuat negara merugi hingga Rp738,9 miliar.
Adapun pihak-pihak yang diperkaya dalam kasus pengadaan helikopter AW 101 adalah:
1. Kepala Staf Angkatan Udara dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Januari 2015-Januari 2017 Agus Supriatna sebesar Rp17.733.600.000.
2. Perusahaaan AgustaWestland sebesar 29,5 juta dolar AS atau senilai Rp391.616.035.000.
3. Perusahaan Lejardo. Pte.Ltd. sebesar 10.950.826,37 dolar AS atau senilai Rp146.342.494.088,87
"Merugikan keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar sebagaimana Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara Tahun 2016 yang dilakukan oleh ahli dari Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi pada KPK Nomor: LHA-AF-05/DNA/08/2022 Tanggal 31 Agustus 2022," tambah jaksa dilansir dari Antara.