Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membandingkan eks Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna dengan Wakil Presiden Boediono yang mau hadir saat dipanggil di kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Hal ini disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang menyayangkan ketidakhadiran Agus Supriatna di kasus korupsi pengadaan Helikopter AW-101. Hingga persidangan digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, mantan petinggi TNI AU itu tak menunjukkan batang hidungnya dengan berbagai alasan.

"Kami sangat menyayangkan ketidakhadiran dari prajurit TNI baik yang sudah tidak aktif maupun yang aktif ketika dipanggil pengadilan tidak hadir padahal sudah ada penetapan dari hakim," kata Alexander dalam konferensi pers pemaparan kinerja KPK akhir tahun di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa, 27 Desember.

Ketidakpatuhan tersebut dianggap Alexander sebagai bentuk meremehkan persidangan. Menurutnya, setiap orang yang diminta hakim datang memberi kesaksian harusnya hadir.

"Saya masih ingat dalam perkara BLBI waktu itu, Wakil Presiden Boedioeno itu dipanggil menjadi saksi persidangan dan beliau sudah menunjukkan contoh teladan sebagai seorang warga negara yang baik," tegasnya.

"Siapapun tanpa memandang pangkat dan jabatan, seseorang yang dipanggil menjadi saksi harus dan punya kewajiban untuk hadir. Ketika tidak hadir maka yang bersangkutan itu telah menghilangkan peluang untuk membela diri," sambung Alexander.

Sebagai informasi, JPU KPK memerinci ada sejumlah pihak yang diuntungkan dari pengadaan Helikopter AW-101. Pengadaan ini membuat negara merugi hingga Rp738,9 miliar.

Adapun pihak-pihak yang diperkaya dalam kasus pengadaan helikopter AW 101 adalah:

1. Kepala Staf Angkatan Udara dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Januari 2015-Januari 2017 Agus Supriatna sebesar Rp17.733.600.000.

2. Perusahaaan AgustaWestland sebesar 29,5 juta dolar AS atau senilai Rp391.616.035.000.

3. Perusahaan Lejardo. Pte.Ltd. sebesar 10.950.826,37 dolar AS atau senilai Rp146.342.494.088,87

"Merugikan keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar sebagaimana Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Pengadaan Helikopter Angkut AW-101 di TNI Angkatan Udara Tahun 2016 yang dilakukan oleh ahli dari Unit Forensik Akuntansi Direktorat Deteksi dan Analisis Korupsi pada KPK Nomor: LHA-AF-05/DNA/08/2022 Tanggal 31 Agustus 2022," tambah jaksa dilansir dari Antara.