Sidang Korupsi Helikoper AW 101, Jaksa KPK: Ada Dana Komando Rp17,7 Miliar untuk KSAU 2015-2017 Agus Supriatna
Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia menjalani sidang pembacaan dakwaan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter AgustaWestland (AW) 101/ANTARA/Desca Lidya Natalia

Bagikan:

JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyebut ada Dana Komando (DK/Dako) kepada Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) periode 2015-2017 Agus Supriatna senilai Rp17,733 miliar dari pengadaan helikopter VIP/VVIP AgustaWestland (AW) 101.

"Terdakwa John Irfan Kenway alias Irfan Kurnia saleh alias Irfan Kurnia memberikan uang sebesar Rp17.733.600.000,00 sebagai Dana Komando (DK/Dako) untuk Agus Supriatna selaku Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang diambilkan dari pembayaran kontrak termin ke-1 pengadaan," kata JPU KPK Arief Suhermanto di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dilansir ANTARA, Rabu, 12 Oktober.

Hal tersebut terungkap dalam pembacaan dakwaan untuk terdakwa Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia yang didakwa melakukan korupsi pengadaan helikopter AW 101 untuk kendaraan VIP/VVIP Presiden yang merugikan keuangan negara sebesar Rp738,9 miliar.

Pada 14 Oktober 2015, Irfan Kurnia memesan 1 unit Helikopter VVIP AW-101 kepada perusahaan AgustaWestland dan membayar uang tanda jadi (booking fee) sebesar 1 juta dolar AS atau Rp13.318.535.000 atas nama PT Diratama Jaya Mandiri kepada AgustaWestland, padahal saat itu belum ada pengadaan Helikopter VVIP di lingkungan TNI AU.

Helikopter itu sesungguhnya adalah helikopter AW-101 Nomor Seri Produksi (MSN) 50248 yang selesai diproduksi pada 2012 dengan konfigurasi VVIP yang merupakan pesanan Angkatan Udara India.

Namun, dalam rapat kabinet terbatas 3 Desember 2015, Presiden Joko Widodo juga sudah meminta agar pembelian Heli AW 101 tidak dilakukan karena kondisi ekonomi tidak normal sehingga anggaran heli VVIP RI1 diblokir sebesar Rp742,5 miliar.

Karena Irfan Kurnia telah memesan heli AW 101 dan sudah membayar tanda jadi maka Kasau saat itu Agus Supriatna, melalui Asrena KSAU TNI AU Supriyanto Basuki membuat usulan perubahan pengadaan yang semula dari pengadaan helikopter VVIP RI-1 menjadi pengadaan helikopter Angkut Berat, meski spesifikasi tetap helikopter VVIP dan hanya menambahkan "Cargo Door on the starboard side" (inc. type III escape hatch) dengan harga usulan Rp742.475.410.040.

Pada 10 Mei 2016, Agus Supriatna melalui M. Nurullah juga memerintahkan Heribertus Hendi Haryoko selaku Kepala Dinas Pengadaan Angkatan Udara TNI AU untuk melaksanakan pengadaan helikopter angkut, padahal anggaran pengadaan helikopter masih diblokir.

Pada 13 dan 30 Mei 2016, Agus Supriatna melalui Supriyanto Basuki lalu mengirimkan Surat kepada Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu tentang Permohonan Penghapusan Tanda Bintang (*) APBN TNI AU TA 2016.

Baru pada 27 Juni 2016, pemblokiran anggaran pengadaan helikopter AW-101 dibuka sehingga pada 29 Juli 2016, Agus Supriatna mengirim surat kepada Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu selaku Ketua Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) tentang Rencana Pembelian Helikopter AW-101, meski sesungguhnya sudah ada penetapan pemenang pengadaan dan penandatanganan kontrak senilai Rp738,9 miliar.

Pada 18 Juli 2016 Kadisau Fachri Adamy kemudian menetapkan PT. Diratama Jaya Mandiri sebagai pemenang pengadaan Helikopter Angkut AW 101 senilai Rp738,9 miliar.

Dari pembayaran tahap 1 yaitu senilai Rp436.689.900.000 pada 5 September 2016, sebesar 4 persen yaitu Rp17,733 miliar dipergunakan sebagai Dana Komando (DAKO/DK) untuk Agus Supriatna sehingga pembayaran untuk PT Diratama Jaya Mandiri hanya sebesar Rp418.956.300.000.

Sigit Suwastono lalu mengambil Dana Komando Rp17,733 miliar tersebut dari Bank BNI Mabes TNI AU Cilangkap. Dana itu lalu diserahkan kepada kepala pemegang kas Mabes TNI AU Wisnu Wicaksono dan melaporkannya kepada Agus Supriatna.

Pada 14 September 2016, Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengirimkan surat kepada Kasau agar membatalkan kontrak pengadaan Helikopter Angkut AW-101.

"Namun atas surat tersebut, Agus Supriatna tidak bersedia membatalkan kontrak dan memberikan disposisi kepada Wakasau, Asrena KSAU, Aslog Kasau, dan Kadisadaau dengan tulisan 'Ini system APBN 2016 yg sdh hrs dieksekusi & sdh turun DIPA TNI AU, utk siapkan dokumen2 dlm kesiapan menjawab mslh tsb'," ungkap jaksa.

Agus lalu memerintahkan Wisnu untuk membuat rekening penampungan dana komando. Pada 9 November 2016 lalu dibuat rekening BRI cabang Mabes TNI AU yang digunakan sebagai tempat penampungan bunga deposito dana komando atas nama Dewi Liasaroh yaitu asisten rumah tangga pegawai BRI cabang Mabes TNI AU.

Agus Supriatna juga memerintahkan Wisnu Wicaksono membuat 8 rekening deposito dalam rentang waktu 9 November 2016 - 23 Maret 2017 senilai total Rp15.017.250.000 yang seluruhnya atas nama Dewi Liasaroh. Selain itu ada uang tunai berbentuk 800 ribu dolar AS dalam brankas.

JPU KPK mendakwakan pasal pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Terhadap dakwaan tersebut, Irfan Kurnia tidak mengajukan nota keberatan (eksepsi), sidang dilanjutkan pada 24 Oktober 2022 dengan agenda pemeriksaan saksi.