JAKARTA - Guru besar ilmu hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia, Profesor Suparji Ahmad, menyebutkan pihak-pihak yang menghalangi KPK yang memproses hukum para tersangka korupsi, termasuk dalam kasus Lukas Enembe bisa dikenakan pidana.
"Kalau ada bukti menghalangi bisa dikenakan pasal 21 UU Tipikor," kata Suparji Ahmad dikutip ANTARA, Rabu, 12 Oktober.
Sementara itu, terkait tudingan ada motif politik di balik penetapan Gubernur Papua, Lukas Enembe, sebagai tersangka menurut dia merupakan hal biasa.
" Tudingan itu biasa. Karena gubernur pejabat yang dipilih karena kesepakatan parpol pengusung dan pendukungnya, serta dipilih rakyat," kata dia.
Penyidik menetapkan Enembe sebagai tersangka dugaan kasus suap dan gratifikasi. Status tersebut diumumkan pada 14 September. Di tengah proses hukum, muncul isu politisasi terhadap Enembe.
KPK sudah dua kali melayangkan surat panggilan pemeriksaan Enembe dan tidak hadir dengan alasan sakit. KPK juga memanggil anak dan istri dia pun tidak hadir.
Suparji Ahmad juga berharap opini politisasi kasus Enembe tidak mempengaruhi proses hukum di KPK.
BACA JUGA:
Pada Rabu siang, berbagai elemen yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Peduli Pembangunan Tanah Papua mendukung langkah KPK mengusut kasus Enembe.
Elemen mahasiswa asal Papua di wilayah Jakarta juga mendukung polisi menangkap dan menindak tegas kelompok atau individu yang dengan sengaja menghalang-halangi penegakan hukum terhadap Enembe, sesuai pasal 21 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001.
"Kami ingin selalu ada kedamaian di Tanah Papua dan tidak ingin terjadi konflik horisontal di Tanah Papua. Kami tidak akan pernah takut dan mundur dalam mengungkap tindak pemberantasan korupsi di Tanah Papua," kata koordinator lapangan aksi, Charles Kossay.