JAKARTA - Kelompok buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran pada Rabu, 12 Oktober 2022. Salah satu tuntutan yang disuarakan adalah kenaikan upah minimum tahun 2023 sebesar 13 persen.
Presiden KSPI Said Iqbal menyebut aksi demonstrasi ini akan digelar di seluruh provinsi di Indonesia. Aksi utama akan dipusatkan di kawasan Istana Negara dan diklaim melibatkan 50 ribu buruh.
"Khusus provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, aksi akan dipusatkan di Istana dengan melibatkan 50 ribu orang buruh. Sementara di 31 provinsi lainnya, aksi akan dilakukan di kantor gubernur masing-masing provinsi," kata Said Iqbal dalam keterangannya, Minggu, 9 Oktober.
Said Iqbal menjelaskan alasan pihaknya menuntut kenaikan upah yang cukup tinggi pada tahun depan. Berdasarkan hasil penelitian internal, KSPI memprediksi inflasi pada tahun depan akan tembus di angka 7 hingga 8 persen.
Sementara, pertumbuhan ekonomi naik pada kisaran 4,8 persen. Maka dari itu, Said Iqbal menyebut, kenaikan upah 13 persen diperhitungkan untuk menutup kenaikan inflasi pada bidang pangan, perumahan, dan transportasi yang tinggi.
“Kita ambil angka 7 persen untuk inflansi dan pertumbuhan ekonomi katakanlah 4,8 persen. Angka itu dijumlah, totalnya 11,8 persen. Ini yang seharusnya menjadi dasar kenaikan upah. Pembulatan yang diminta adalah kenaikan upah 13 persen," urainya.
Lebih lanjut, Said Iqbal menuturkan bahwa saat ini daya beli masyarakat sudah menurun lantaran harga-harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi, seiring dengan kenaikan harga BBM.
BACA JUGA:
Kemudian, di tengah harga-harga yang melambung tinggi, upah buruh terancam tidak mengalami kenaikan karena masih menggunakan aturan turunan UU Cipta Kerja, yakni PP Nomor 36 Tahun 2021.
Di mana dalam peraturan ini mengenal batas atas dan batas bawah, sehingga banyak kabupaten/kota yang berpotensi upah minimumnya tidak mengalami kenaikan.
“Inflansi yang terasa bagi kaum buruh adalah 3 komponen. Pertama, kelompok makanan, inflansinya tembus 5 persen. Kedua, transportasi naik 20-25 persen. Dan ketegori ketiga adalah kelompok rumah, di mana sewa rumah naik 10-12,5 persen. Inflansi di 3 kelompok inilah yang memberatkan daya beli buruh dan masyarakat kecil akibat kenaikan harga BBM," jelas Said Iqbal.
Karenanya, selain menuntut kenaikan upah, kelompok buruh juga akan menyuarakan penolakan kenaikan harga BBM, menolak Omnibus Law, menolak ancaman PHM di tengah resesi global, reforma agraria, hingga sahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.