Perlukah Kapolda Jatim Dicopot Terkait Tragedi Kanjuruhan Malang? IPW Beri Penjelasan
Tangkap layar video suporter Arema FC turun ke lapangan

Bagikan:

JAKARTA - Polemik penembakan gas air mata di Stadion Kanjuruhan Malang terhadap suporter Aremania terus bergulir. Salah satu dampak dari tragedi itu, Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat dicopot dari jabatannya. Namun tidak selesai disitu, sejumlah masyarakat dari berbagai kalangan maupun Lembaga tinggi meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit mencopot Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta. Perlukah?

Ratusan supporter meninggal dunia dan terluka. Bahkan dua anggota Polri juga gugur dalam tragedi Kanjuruhan. Respon cepat Polri saat itu mencopot dan menindak sejumlah perwira. Salah satunya adalah pencopotan Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat.

Pascapencopotan Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat, muncul seruan dari berbagai kalangan yang meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk mencopot Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta.

Seruan itu juga datang dari sejumlah mahasiswa di Surabaya yang menggelar aksi unjukrasa menuntut pencopotan Kapolda Jawa Timur dari jabatannya, lantaran Nico dianggap orang yang paling bertanggungjawab atas terjadinya tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang.

Lebih dari itu, permintaan pencopotan juga muncul dari anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Fadli Zon. Fadli menegaskan harus ada pihak yang bertanggungjawab atas tragedi Kanjuruhan yang menelan ratusan korban jiwa.

Menanggapi polemik tersebut, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso pun kembali angkat bicara. Menurut Sugeng, permintaan pencopotan Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta tidak tepat.

"Permintaan pencopotan Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta itu menurut IPW tidak proporsional. Karena aspek pertanggungjawaban komando 2 tingkat ke atas menurut IPW harus tetap dikaitkan dengan adanya perintah atau arahan dari pimpinan pada pelaksana lapangan," terang Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso saat dikonfirmasi VOI, Kamis, 6 Oktober.

Perintah atau arahan dari pimpinan pada pelaksana lapangan, sambung Sugeng, dimaknai sebagai perintah untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang melanggar prosedur. Dalam hal ini adalah penembakan gas air mata di dalam stadion.

"Kapolres Malang sendiri sebagai penanggungjawab keamanan wilayah menyatakan tidak ada perintah menembakkan gas air mata. Karena itu pertanggungjawaban tersebut terputus ditingkat Kapolres (AKBP Ferli Hidayat)," ungkapnya.

Seperti diketahui, buntut dari kerusuhan suporter dengan aparat keamanan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang pada Sabtu, 1 Oktober, lalu, juga menyeret pencopotan sejumlah anggota Kepolisian.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo pun menonaktifkan Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat. Mutasi tersebut tertuang dalam surat telegram nomor ST/2098/X/KEP/2022.

Selain itu, Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta juga menonaktifkan sembilan komandan Brimob buntut tragedi tersebut.

Diketahui, sebanyak 35 saksi dari internal anggota Polri maupun eksternal telah diperiksa oleh penyidik Mabes Polri. Irwasum maupun Propam juga sudah melakukan pemeriksaan terhadap 31 anggota Polri.