Bagikan:

JAKARTA -  Adik jaksa Pinangki Sirna Malasari, Pungki Primarini dihadirkan sebagai saksi dalam perkara dugaan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA). Dalam persidangan, Pungki menyebut kakaknya selalu mengirimkan uang yang diperuntukan membayarakan gaji karyawan dan kebutuhan sehari-hari.

"Untuk kebutuhan rumah tangga," ujar Pungki dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin, 30 November.

Pungki menuturkan kakaknya, Pinangki memang kerap mengirimkan uang dalam jumlah besar. Sebab, kebutuhan yang harus dibayarkan per bulan mencapai Rp70-80 juta.

Tetapi nominal uang itu untuk membayarakan tagihan dan gaji karyawan selama beberapa bulan ke depan.

"Biasanya 5 bulan sekali. Saya kurang tahu pernah memperhatikan," kata dia.

Selain itu, Pungki juga memaparkan jumlah tagihan per bulan yang harus dibayarkan kakaknya. Untuk gaji karyawan, Pinangki harus membayar hingga Rp32,7 juta.

"Asisten rumah tangga per bulan Rp6,5 juta, Zamizah baby sitter Rp7,5 juta, Puji Kriswanto driver menggantikan Sugiarto (Gito) gajinya Rp5 juta dan uang makan Rp3 juta, Elisabet tukang masak per bulan Rp4,2 juta," paparnya.

"Ade Rohmat gajinya Rp3 juta menjaga bapak saya, Turiyah digaji Rp3,5 juta," sambungnya.

Pungki kemudian menjelaskan, sumber uang kakaknya itu berasal dari peninggalan mantan suami Pinangki yang telah meninggal. Harta warisan berupa mata uang asing itu disimpan di brankas.

"(Sumber uang) Dari simpanan ada di kotak brankas," kata dia.

Pada persidangan sebelumnya, jaksa Pinangki sempat menyebut kekayaan yang dimiliki berasal dari harta warisan mendiang suaminya.

Salah satunya terkait pembelian mobil BMW X5 hingga pembayaran sewa apartemen. Kuasa hukun Pinangki menyebut jika semua itu dibayar menggunakan uang warisan dari mantan suami yang meninggal tahun 2014.

"Almarhum (mantan suami Pinangki) menyadari tidak akan bisa mendampingi istrinya (Pinangki) yang terpaut beda usia 41 tahun, sehingga almarhum pun menyiapkan banyak tabungan tesebut," ujar Jefri membacakan nota keberatan (eksepsi) dalam sidang lanjutan jaksa Pinangki di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu, 30 September.

Pengacara juga menjelaskan latar belakang Pinangki. Pinangki sempat menikah dengan seorang jaksa bernama Djoko Budiharjo pada tahun 2006. Selama pernikahan itu suami Pinangki sempat menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) di beberapa daerah.

"Semasa hidup almarhum menjabat sebagai Kajati Riau, Kajati Sulawesi Tenggara, Kajati Jawa Barat, terakhir sebagai Sesjamwas, kemudian setelah pensiun almarhum berpraktik sebagai advokat," kata Jefri.

Saat itu, mantan suami Pinangki mengumpulkan uang dalam mata uang asing. Duit ini yang disebut pengacara digunakan Pinangki untuk membeli mobil mewah dan pembayaran sewa apartemen.

"Saat Almarhum berprofesi advokat, terdakwa mengetahui almarhum suami menyimpan uang dalam bentuk bank notes mata uang asing, yang menurut almarhum adalah untuk kelangsungan hidup istrinya," kata Jefri.

Dalam perkara ini, jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan, yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500.000 dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra.

Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp6.219.380.900,00 sebagai uang pemberian Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.

Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.