Bagikan:

JAKARTA - Adik jaksa Pinangki Sirna Malasari, Pungki Primarini mengatakan sudah empat tahun terakhir mengelola keuangan keluarga kakaknya yang berkaitan dengan pembayaran gaji karyawan dan kebutuhan sehari-hari. Hal ini disebut berdasarkan permintaan langsung dari jaksa Pinangki.

"(Mengelola keuangan) sejak 2016, setelah kelahiran putra terdakwa (Pinangki)," ujar Pungki dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin, 30 November.

Dalam pengelolaan keuangan, Pungki selalu mengirimkan perincian dana yang dibutuhkan. Perincian itu  dilaporkan ke Pinangki melalui pesan Whatsapp.

"(Perincian dikirimkan) melalui WhatsApp. (Ke mana?) ke kakak saya," kata dia.

Sebelumnya, Pungki menyebut Pinangki selalu mengirimkan uang kepadanya dengan cara transfer. Uang itu diperuntukan membayarakan gaji karyawan dan kebutuhan sehari-hari.

"Untuk kebutuhan rumah tangga," ujar Pungki.

Kemudian, Pungki menuturkan jika Pinangki memang kerap kali mengirimkan uang dalam jumlah besar. Sebab, kebutuhan yang harus dibayarkan per bulan mencapi Rp70-80 juta.

Tetapi nominal uang itu untuk membayarkan tagihan dan gaji karyawan selama beberapa bulan kedepan.

"Biasanya 5 bulan sekali. Saya kurang tahu pernah memperhatikan," kata dia.

Kemudian, Pungki memaparkan jumlah tagihan perbulan yang harus dibayarkan kakaknya. Untuk gaji karyawan saja, Pinangki harus membayar hingga Rp32,7 juta.

"Asisten rumah tangga perbulan Rp6,5 juta, Zamizah baby sistter Rp7,5 juta, Puji Kriswanto driver menggantikan Sugiarto (Gito) gajinya Rp5 juta dan uang makan Rp3 juta, Elisabet tukang masak perbulan Rp4,2 juta," paparnya.

"Ade Rohmat gajinya Rp3 juta menjaga bapak saya, Turiyah digaji Rp3,5 juta," sambungnya.

Dalam perkara ini, jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan, yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500.000 dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra.

Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp6.219.380.900,00 sebagai uang pemberian Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.

Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.