Pegawai Kejagung Beberkan Catatan Buruk Kinerja Jaksa Pinangki hingga Turun Pangkat
DOK. ANTARA/ Jaksa PInangki Sirna Malasari dalam persidangan

Bagikan:

JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan pegawai Kejaksaan Agung (Kejagung) Luphia Claudia Huae sebagai saksi dalam perkara dugaan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) atas terdakwa jaksa Pinangki Sirna Malasari. Dalam persidangan Luphia menyebut Pinangki  sempat diberi sanksi berupa penurunan pangkat pada 2012.

Riwayat pemberian sanksi terhadap jaksa Pinangki diketahui setelah tim Pemeriksa Intelijen pada Inspektorat V Jamwas Kejaksaan Agung menelusuri data pribadinya.

Pemberian sanksi berdasarkan keputusan Wakil Jaksa Agung RI Nomor 014/b/wja/01/2012 tanggal 13 Januari 2012.

"Ditemukan bahwa saudara terdakwa Dr Pinangki Sirna Malasari pada tahun 2012 berdasarkan keputusan Wakil Jaksa Agung RI Nomor kep-014/b/wja/01/2012 tanggal 13 Januari 2012, pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah, selama 1 tahun," ujar Luphia dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin, 30 November.

Penelusuran data pribadi ketika tim pemeriksa akan meminta keterangan jaksa Pinangki terkait unggahan salah satu akun Twitter dengan sebuah foto yang menunjukkan Pinangki bersama Joko Tjandra.

Selain itu, dalam pemeriksaan juga diketahui melakukan perjalanan dinas tanpa izin pada 2019. Tercatat 11 perjalanan yang dilakukan, 2 di antarnya tanpa izin atasan.

"11 kali perjalanan dinas di tahun 2019 itu pada 26 Maret, 22 Mei, 1 Juni, 26 Juni, 9 Agustus, 3 September, 4 Oktober, 19 November, 10 November, 25 November, dan 19 Desember. Itu ada dua yang dapat izin yaitu pada tanggal 1 Juni dan 3 September, dengan demikian tidak dapat izin," papar Luphia.

Dengan adanya pelanggaran itu, maka diputuskan untuk memberikan sanksi terhadap Pinangki. Dia dijatuhi sanksi berupa pembebasan dari jabatan struktural pada 29 Juli 2020.

"Kemudian ada penjatuhan hukuman disiplin terhadap terdakwa yakni pada 20 Juli 2020 dengan surat Wakil Jaksa Agung RI tanggal 29 Juli 2020 dengan penjatuhan hukuman disiplin tingkat berat, pembebasan dari jabatan struktutal," ujar Luphia. 

Adapun dalam perkara ini, jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan, yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500.000 dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra.

Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp6.219.380.900,00 sebagai uang pemberian Djoko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.

Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Djoko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.