Bagikan:

KEPRI - Polisi menggerebek rumah kontrakan di Gang Bayam, Jalan Tugu Pahlawan, Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri), yang menjadi tempat penampung calon pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Tanjungpinang, Ajun Komisaris Polisi Ronny Burungudju mengatakan, penggerebekan dilakukan pada Selasa 27 September sore, setelah polisi mendapat informasi dari masyarakat setempat.

"Berbekal informasi warga, kami langsung melakukan penyelidikan dan menemukan sebuah rumah kontrakan yang diduga jadi tempat penampungan pekerja migran ilegal," kata Ronny kepada wartawan di Tanjungpinang, Kepri, dikutip dari Antara, Rabu 28 September.

Dalam penggerebekan itu, polisi mendapati tiga orang laki-laki sebagai calon PMI ilegal. Mereka berasal dari luar daerah Kepri dan rencananya diberangkatkan ke Malaysia melalui jalur laut tidak resmi di Desa Berakit, Kabupaten Bintan.

Bersama tiga orang itu, polisi juga mengamankan seorang laki-laki berinisial H yang diduga sebagai tekong atau semacam calo kapten kapal cepat untuk mengangkut ketiga calon PMI ilegal itu.

"Kami juga mengamankan barang bukti berupa empat buah paspor, empat buah KTP, lima unit ponsel, serta satu kartu ATM," ujar Kasatreskrim.

Dari hasil pemeriksaan, ketiga orang calon PMI ilegal ini mengaku telah menyerahkan uang sebesar Rp6 juta kepada tekong H untuk biaya keberangkatan mereka ke Malaysia.

"Ketiga korban sudah dua minggu berada di rumah penampungan itu, namun tak kunjung diberangkatkan," ujar Ronny.

Tekong H juga mengaku telah menerima uang Rp6 juta dari ketiga calon pekerja migran ilegal dan membenarkan ketiga korban hendak diberangkatkan ke Malaysia melalui jalur laut tak resmi.

Saat ini tekong H dan tiga korban calon pekerja migran ilegal itu sudah diamankan ke Mapolresta Tanjungpinang guna pemeriksaan lebih lanjut.

Khusus tekong H disangkakan melanggar pasal 69 juncto pasal 81 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, dengan ancaman hukuman pidana 10 tahun penjara serta denda Rp15 miliar.