JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko menerima kedatangan Satuan Tugas Peduli Pekerja Migran Indonesia (Satgas P2MI) Projo, di gedung Bina Graha Jakarta, Senin 26 September. Dalam pertemuan, Satgas P2MI memaparkan sejumlah temuan terkait pemberangkatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural.
Ketua Satgas P2MI Projo Sinal Blegur mengatakan, praktik pemberangkatan PMI non prosedural merupakan masalah sangat serius, di mana negara harus hadir dan memberikan pelindungan bagi warganya. Terlebih, lanjut dia, dari tahun ke tahun jumlah kasus pemberangkatan PMI non prosedural mengalami peningkatan, dan mayoritas tujuan pemberangkatan adalah negara-negara di timur tengah, seperti Arab Saudi dan UEA.
“Ini terjadi karena adanya permintaan yang tinggi untuk mencari peluang kerja yang lebih baik di luar negeri,” kata Sinal.
Kepada Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko, Sinal Blegur mengklaim, Satgas P2MI Projo telah berperan serta dalam mencegah pemberangkatan PMI non prosedural. Ia mencontohkan, pada 2 September 2022, Satgas P2MI Projo bersama Polsek Cileungsi berhasil mencegah pemberangkatan 7 Calon PMI yang akan di berangkatkan ke timur tengah secara non prosedural.
“Kami juga terlibat dalam pemulangan PMI non prosedural yang terkena masalah di negara penempatan kerja,” tutur Sinal.
Pemerintah Serius
Menanggapi hal itu, Kepala Staf Kepresidenan Dr. Moeldoko menyampaikan apresiasi atas peran Satgas P2MI Projo. Hal ini, ujar dia, sejalan dengan komitmen pemerintah yang serius memerangi penempatan PMI non prosedural. Ia pun mendorong elemen masyarakat lainnya juga ikut berperan dalam memberikan pelindungan kepada PMI.
“Keterlibatan elemen masyarakat dalam memerangi penempatan PMI non prosedural sangat dibutuhkan. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dan butuh dukungan seluruh elemen masyarakat untuk memberikan pelindungan kepada PMI,” tegas Moeldoko.
Panglima TNI 2013-2015 ini menegaskan, bahwa Kantor Staf Presiden bersama kementerian/lembaga terkait telah bekerja keras untuk mencegah dan menekan penempatan PMI non prosedural. Diantaranya, melakukan pemangkasan prosedur keberangkatan dan penempatan PMI, yang selama ini prosesnya dinilai rumit panjang, dan menghambat.
Selain itu, sambung dia, tim Kantor Staf Presiden juga telah mereview kembali regulasi soal pembiyaan penempatan PMI. Di mana, di dalam UU No 18/2017 dan aturan turunannya, yakni Peraturan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Perban) No 9/2020, pemerintah telah membebaskan biaya penempatan PMI, termasuk biaya pelatihan yang dibebankan kepada pemerintah daerah. Namun, implementasi aturan tersebut masih belum berjalan maksimal, karena keterbatasan alokasi dana dari pemerintah daerah.
“Memang kita menghadapi dilema. Satu sisi kita memiliki undang-undang untuk pembebasan biaya, tapi di sisi lain pemda tidak bisa menjalankan. Kondisi ini stagnan. Untuk itu, saat ini kami (Kantor Staf Presiden) mendorong alokasi pembiyaan pelatihan untuk Calon PMI di pemerintah pusat diperbesar,” terangnya.
BACA JUGA:
Adapun dalam kaitannya dengan masih adanya moratorium penempatan PMI di beberapa negara tujuan, seperti Arab Saudi dan beberapa negara di timur tengah, ujar Moeldoko, pemerintah tengah melakukan diplomasi dan mendorong pelaksanaan penempatan PMI berbasis kawasan. Sehingga nantinya penempatan PMI bisa dipercepat.
“Kita harus menutup semua celah penempatan PMI non prosedural. Jangan sampai keinginan besar PMI untuk berangkat kerja ke luar negeri ini dilakukan dengan mengabaikan prosedur, dan sayangnya lagi ada yang mengakomodasi,” pungkas Moeldoko.