Bagikan:

JAKARTA - Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh akan diadili terkait dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101 oleh TNI Angkatan Udara (AU). Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah merampungkan berkas kasus itu dan menyerahkannya pada jaksa penuntut.

"Tim jaksa telah menerima penyerahan tersangka dan barang bukti dari tim penyidik untuk tersangka IKS (Irfan Kurnia Saleh) karena kelengkapan isi berkas perkara dari hasil pemeriksaan tim jaksa terpenuhi dan tercukupi," kata Kepala Bagian Pemberitaan Ali Fikri kepada wartawan, Rabu, 21 September.

Irfan selanjutnya akan menjalani penahanan selama 20 hari hingga 9 Oktober di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih. Kini penahannya menjadi kewenangan jaksa penuntut.

Sementara itu, jaksa penuntut akan segera melimpahkan berkas dan dakwaan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan segera dilaksanakan tim jaksa dalam waktu 14 hari kerja ke Pengadilan Tipikor," tegas Ali.

Diberitakan sebelumnya, KPK menahan Irfan dalam kasus korupsi pengadaan Helikopter AW-101. Dia diduga membuat negara merugi hingga Rp224 miliar dari nilai kontrak pengadaan yang mencapai Rp738,9 miliar.

Irfan diduga melakukan sejumlah kecurangan dalam pengadaan tersebut. Di antaranya, menerima pembayaran sebesar 100 persen dari nilai kontrak.

Padahal, ada beberapa jenis pekerjaan yang tak sesuai spesifikasi seperti tak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi di helikopter yang tak sesuai.

Atas perbuatannya, Irfan disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam kasus ini, KPK menemui hambatan untuk memeriksa eks KSAU Agus Supriatna. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto ingin anak buahnya segera meminta keterangan dari Agus. Tujuannya, agar kasus dugaan korupsi pengadaan di lingkungan TNI AU itu bisa segera diusut tuntas.

"Intinya kalau memang nanti segera mungkin bisa diambil keterangan sudah selesai. Bagi saya tidak ada lah konflik ke sana, ke sini. Enggak perlu itu," tegasnya.

Melalui kuasa hukumnya, Agus terus berkelit supaya tidak hadir. Kuasa hukumnya, Teguh Samudra menyebut panggilan terhadap kliennya tidak sesuai aturan. Harusnya, KPK meminta izin lebih dulu pada institusi asal Agus.

Dia berdalih, Agus diperiksa terkait dugaan korupsi yang terjadi saat dia menjabat. Sehingga, pemanggilan harus diketahui pihak TNI.