JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan Indonesia mempunyai pengalaman panjang dalam hal mempraktikkan kebebasan beragama, bahkan sejak zaman penjajahan sebelum merdeka.
"Secara umum kehidupan beragama dan toleransi beragama tidak seburuk yang dimuat dalam beberapa laporan internasional," kata Yasonna Hamonangan Laoly dilansir ANTARA, Selasa, 13 September.
Hal tersebut disampaikan Yasonna pada Konferensi Internasional Bertajuk "Kebebasan Beragama, Supremasi Hukum, dan Literasi Keagamaan Lintas Budaya" yang disiarkan secara virtual.
Yasonna mengatakan isu soal kebebasan dan toleransi beragama di Indonesia semakin berkembang pada masa reformasi seiring dengan meningkatnya penghormatan pada hak asasi manusia.
Yasonna mengatakan Indonesia juga menghadapi tantangan ketika hak kebebasan dijadikan hak eksklusif yang hanya boleh dinikmati sekelompok orang tanpa menghormati orang lain untuk memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda.
"Situasi seperti ini membutuhkan penanganan yang komprehensif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan berdasarkan agama dan kepercayaan yang berbeda," kata dia.
Pada titik tersebut, Yasonna menegaskan pentingnya peranan hukum untuk menjaga ketertiban umum, mengatur kehidupan, dan kebebasan beragama di Indonesia.
Secara umum, paparnya, supremasi hukum merupakan upaya dalam menegakkan untuk melindungi segenap elemen masyarakat tanpa diskriminasi dan intervensi dari pihak manapun.
Untuk menerapkan, ujar dia, tidak cukup hanya menerapkan aturan hukum tetapi harus disertai kemampuan menegakkan kaidah hukum serta adanya kesadaran masyarakat untuk mematuhinya.
BACA JUGA:
Yasonna mengatakan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan dijamin dalam Kovenan Internasional Pasal 18 Ayat (1) tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, keyakinan, dan beragama.
Hak ini, tambah dia, mencakup kebebasan untuk menetapkan agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum atau tertutup untuk menjalankan agama dan kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, penaatan, pengamalan, dan pengajaran.
"Hal ini mencakup kebebasan untuk menganut atau memilih agama atas pilihannya sendiri," ujarnya.