Dikebut, Pembuatan Aturan Turunan UU Cipta Kerja Sudah Capai 68 Persen
Menteri Kordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartato (DOK. Setkab)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah tengah mengebut pembuatan aturan turunan atau pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja berupa rancangan peraturan pemerintah (RPP) dan rancangan peraturan presiden (RPerpres). 

Ada target 44 aturan turunan yang mesti dibuat, yang terdiri dari 40 RPP dan 4 RPerpres. Menteri Kordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartato menyebut saat ini pemerintah telah menyelesaikan 30 aturan turunan, atau capaiannya sebesar 68 persen dari target.

Menurut Airlangga, saat ini 27 rancangan PP dan 3 rancangan perpres yang rampung telah diunggah di portal UU Cipta Kerja, yakni uu-ciptakerja.go.id.

"Pemerintah menargetkan pada akhir November atau awal Desember 2020, seluruh RPP dan RPerpres yang memerlukan masukan dari masyarakat atau publik, sudah bisa di-upload dan diakses masyarakat melalui Portal UU Cipta Kerja, sehingga masyarakat bisa memberikan masukan untuk penyempurnaan RPP dan RPerpres tersebut," ujar Airlangga dalam keterangannya dikutip VOI pada Selasa, 24 November.

Dengan begitu, masih ada 14 peraturan pelaksanaan (13 RPP dan 1 RPerpres) yang masih dalam proses harmonisasi dan sinkronisasi oleh kementerian dan lembaga terkait. 

Airlangga mengatakan penyusunan substansi rancangan aturan turunan yang cepat diselesaikan rata-rata tidak perlu menerima masukan dari masyarakat, seperti RPP mengenai Penetapan Modal Awal Lembaga Pengelola Investasi, yang pokok-pokoknya sudah ditetapkan di UU Cipta Kerja dan pemerintah tinggal menetapkan ke dalam PP.  

"Khusus 4 RPP yang berkaitan dengan Ketenagakerjaan, saat ini masih dilakukan pembahasan di Tim Pembahas Tripartit Nasional," ujar Airlangga. 

Kemudian RPP terkait dengan NSPK Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, saat ini subtansi RPP telah selesai dibahas dan sedang dilakukan sinkronisasi antarkementerian dan lembaga serta asesmen terhadap konsistensi pengaturan perizinan di masing-masing sektor, untuk menghindari tidak sinkronnya kebijakan.

Sementara, untuk RPP di sektor keagamaan, yang terkait dengan pengaturan mengenai ibadah haji dan umrah, Kemenko Perekonomian sedang mengkoordinasikan pembahasan bersama-sama dengan Kementerian Agama, asosiasi, dan para pelaku usaha penyelenggara ibadah haji khusus dan umrah.

Sedangkan RPerpres yang terkait dengan pengaturan usaha di bidang penanaman modal, tengah dilakukan sinkronisasi pengaturan alokasi Bidang Usaha untuk UMK dan Kemitraan dengan Pelaku Usaha Menengah dan Besar. 

"RPerpres ini akan sejalan dengan RPP yang mengatur mengenai kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan UMKM dan Koperasi yang telah selesai disiapkan RPP nya dan di-upload di Portal UU Cipta Kerja," ungkapnya.

Adapun yang terkait dengan RPP Perdagangan dan RPP Perindustrian, sudah dilakukan sinkronisasi dan harmonisasi proses bisnis antara kedua sektor, agar terpadu dan terintegrasi dalam pelaksanaannya di lapangan. Saat ini masih menunggu proses finalisasi hasil harmonisasi untuk dituangkan ke dalam RPP Perdagangan dan juga di RPP Perindustrian.

"Rancangan Perpres tentang Bidang Usaha Penanaman Modal atau yang kita kenal sebagai Daftar Prioritas Investasi (DPI), saat ini sedang dilakukan sinkronisasi agar sejalan dengan RPP lainnya, seperti RPP yang terkait dengan UMKM dan Koperasi, agar seimbang antara kebutuhan mendorong investasi dengan perlindungan dan pemberdayaan UMKM," jelas Airlangga.

Sedangkan yang berkaitan dengan penyelesaian RPP KPBPB (Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas), saat ini Kemenko Perekonomian sedang mengharmonisasikan berbagai skema insentif dan kemudahan, dengan kondisi empirik pelaksanaannya di lapangan pada saat ini, terutama terkait dengan perlakuan perpajakan, kepabeanan dan cukai (insentif fiskal), serta berbagai kemudahan perizinan dan insentif non-fiskal.