Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) tak bisa jadi penentu korup atau tidaknya seorang pejabat. Kenaikan harta kekayaan adalah hal yang lumrah terjadi.

"Perlu dipahami bahwa besar atau kecilnya nilai harta yang dilaporkan tidak dapat dijadikan ukuran atau indikator untuk menilai bahwa harta tersebut terkait atau tidak terkait tindak pidana korupsi," kata Plt Juru Bicara Bidang Pencegahan Ipi Maryati dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 1 September.

Ipi mengatakan peningkatan dan penurunan jumlah harta yang dilaporkan adalah hal yang mungkin terjadi. Ada sejumlah faktor yang bisa jadi penyebab harta seorang pejabat meningkat atau menurun.

"Beberapa faktor yang dapat menyebabkan peningkatan kekayaan seperti terjadi apresiasi nilai aset karena kenaikan harga pasar. Misalnya, terkait aset tanah karena terjadi kenaikan NJOP," tegasnya.

Selain itu, kekayaan pejabat bisa meningkat karena adanya jual-beli, hibah, waris, atau hadiah hingga pelunasan pinhjaman.

"Atau karena ada harta yang tidak dilaporkan pada pelaporan periode sebelumnya," ujar Ipi.

Sementara untuk penurunan harta kekayaan, bisa disebabkan karena beberapa hal. Misalnya, karena ada deprisiasi nilai aset karenan penurunan harga pasar atau penyusutan aset hingga ada pelepasan aset karena rusak atau dihibahkan.

Selain itu, LHKPN juga tidak mengenal pemisahan harta kekayaan. Pejabat biasanya akan melaporkan kekayaan milik mereka, pasangan, dan anak yang masih dalam tanggungan.

"LHKPN merupakan self-assessment, yang diisi dan dikirimkan sendiri oleh Penyelenggara Negara (PN) atau Wajib Lapor (WL) kepada KPK melalui situs eLHKPN," ungkap Ipi.

"Sehingga, sebagai salah satu instrumen penting dalam pencegahan korupsi, LHKPN mendorong transparansi, akuntabilitas dan kejujuran dari para penyelenggara negara," pungkasnya.