Sempat Berpolemik, Helipad Ilegal di Kepulauan Seribu Kini Rusak
Landasan helikopter atau helipad di Pulau Panjang, Kepulauan Seribu/FOTO ISTIMEWA

Bagikan:

JAKARTA - Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi menyebut landasan helikopter atau helipad di Pulau Panjang, Kepulauan Seribu saat ini telah rusak. Helipad ini sempat menuai polemik karena diduga ilegal.

Prasetyo menduga penghapusan cat helipad tersebut dilakukan oleh pihak Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu.

"Dulu kan saya sempat sidak ke Pulau Panjang, lalu kemarin saya datang lagi melihat landasan parkir helipad, ternyata sudah dirusak," kata Prasetyo kepada wartawan, Selasa, 30 Agustus.

Padahal, sebelumnya Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu berencana untuk menarik retribusi pada setiap helikopter yang mendarat pada helipad di Pulau Panjang tersebut.

Rencana penarikan retribusi ini dikemukakan setelah disorot DPRD. Saat itu, Prasetyo mendapat laporan bahwa helipad tersebut kerap digunakan oleh pihak swasta maupun perorangan tanpa membayar retribusi.

"Padahal boleh saja retribusi, tapi harus ada aturannya. Retribusi, lo bayar, dong. Tapi ternyata enggak, malah dihancurin," cecar Prasetyo.

Beberapa waktu lalu, Prasetyo melakukan inspeksi dadakan (sidak) ke Pulau Panjang, Kepulauan Seribu. Sidak dilakukan usai mendapat laporan dari warga bahwa terdapat landasan helikopter atau helipad di pulau tersebut.

Benar saja. Ketika sampai di Pulau Panjang, Prasetyo menemukan satu unit helipad yang terparkir di kawasan pulau yang terletak di Kelurahan Pulau Kelapa, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara tersebut.

Berdasarkan informasi yang diterima Prasetyo, helipad ini dibangun dan dimanfaatkan oleh salah satu pihak swasta. Namun ternyata, pemanfaatan ini tak tercatat oleh Pemerintah Provinsi (Pemrov) DKI Jakarta.

"Saya tadi menemukan salah satunya ada helipad yang dimanfaatkan oleh salah satu pihak swasta. Kalau kita tidak datang ke sini, mana kita ada helipad. Kok ada Helipad di aset DKI, tapi enggak lapor ke kita. Ini namanya helipad ilegal, helipad siluman," ujarnya saat itu.

Prasetyo mengungkapkan, seharusnya ada pengajuan perizinan kepada Pemprov DKI dalam pemanfaatan lahan atau aset milik pemerintah ini. Pihak yang menggunakan aset tersebut juga harus membayar retribusi yang akan masuk ke kas daerah.

"Harusnya kalau helipad itu resmi, setiap kali mendarat kan memberi pemasukan ke Pemprov, kan. Tapi selama ini tidak. Dia tidak melaporkan secara transparan bahwa di dalam itu ada pemanfaatan lahan," tutur Prasetyo.

Bupati Kepulauan Seribu Junaedi menjawab hal itu. Awalnya, Junaedi menjelaskan bahwa helipad tersebut telah terbangun sejak tahun 2005 oleh pemerintah setempat dengan tujuan membangun destinasi wisata. Namun, akibat pembangunannya tersandung masalah hukum, kawasan tersebut terbengkalai.

Namun, kini helipad tersebut digunakan oleh sejumlah pihak swasta yang memiliki pulau di Kepulauan Seribu tanpa membayar retribusi. Junaedi mengaku tidak adanya penarikan biaya lantaran belum ada regulasi yang mengatur itu.

"Kami laporkan, di sana tidak ada pungutan biaya terhadap helipad yang akan mendarat," kata Junaedi di fedung DPRD DKI Jakarta, Senin, 11 Juni.

Junaedi mengakui pihaknya membolehkan pihak swasta ini menggunakan helipad lantaran ada timbal balik yang didapatkan oleh Pemkab Kepulauan Seribu. Junaedi bilang, pihak swasta ini turut membantu mempercantik kawasan di Pulau Panjang.

"Ya, sebenarnya ini lebih ke amal ibadah pemilik pulau, bantuan partisipasi warga di Jakarta. Donatur ini membangun masjid di sana dalam rangka penataan kawasan wisata religi yang kita rencanakan. Kami hanya menyambut baik mereka yang ingin membangun masjid," urai Junaedi.