MATARAM - Tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan dana Badan Layanan Umum Daerah pada Rumah Sakit Umum Daerah Praya, Nusa Tenggara Barat (NTB), berinisial ML berencana mengajukan diri sebagai justice collaborator atau saksi pelaku yang bersedia bekerja sama.
Melalui kuasa hukumnya Lalu Anton Hariawan, tersangka ML yang menjabat sebagai Direktur RSUD Praya, menjelaskan rencana pengajuan diri sebagai JC ini untuk membantu aparat penegak hukum mengungkap para pihak yang turut menikmati uang korupsi dana BLUD tahun anggaran 2017-2020.
"Rencananya akan kami ajukan (JC) di pengadilan nanti, biar lebih terbuka dan ramai," kata Anton di Mataram dilansir ANTARA, Jumat, 26 Agustus.
Sebelumnya, tersangka ML menyampaikan adanya dana BLUD tahun anggaran 2017-2020 yang turut mengalir ke sejumlah pejabat daerah dan aparat penegak hukum. Pernyataan itu disampaikan saat pihak kejaksaan hendak melakukan penahanan terhadap ML bersama dua tersangka lain pada Rabu (24/8).
Dalam pernyataannya, tersangka ML menyebut dana BLUD mengalir ke kantong Kejari Lombok Tengah, bupati dan wakil bupati Lombok Tengah, serta salah satu kepala dinas lingkup kerja Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah.
Anton menegaskan kliennya tidak asal menyebut pejabat daerah dan aparat penegak hukum yang menerima aliran dana BLUD karena ada bukti pendukung yang kini dipegangnya.
Kepala Kejaksaan Tinggi NTB Sungarpin yang mendengar rencana tersangka ML mengajukan diri sebagai JC mengatakan bahwa hal tersebut merupakan hak yang melekat pada seorang tersangka.
"Kami hargai mau jadi JC, nanti akan kita lihat," kata Sungarpin.
Dia pun mempersilakan kepada tersangka untuk menghadirkan bukti valid adanya dugaan para pejabat dan aparat penegak hukum yang turut menikmati dana BLUD.
"Silakan saja kalau bukti itu valid dan bisa ditelusuri, ya kita telusuri. Siapa pun terlibat, ya kami tindak sesuai dengan kapasitas, kesalahannya," ucap Sungarpin.
Sebagai bentuk keseriusan lembaganya dalam penegakan hukum menanggapi pernyataan tersangka ML, Sungarpin menaruh atensi dengan memerintahkan Asisten Pengawasan Kejati NTB untuk melakukan serangkaian klarifikasi di internal Kejari Lombok Tengah.
"Jadi, saya sudah ketemu Kajari Lombok Tengah, kalau memang itu ada yang bisa didalami, termasuk dari oknum kami sendiri, ya kami dalami. Saya sudah perintahkan Aswas untuk melakukan klarifikasi sampai mana kebenarannya," ujarnya.
BACA JUGA:
Namun, Sungarpin yakin pihak Kejari Lombok Tengah tidak gegabah dalam menangani kasus tersebut.
"Saya yakin dan percaya bahwa teman-teman Kejari lombok Tengah tidak segegabah itu menetapkan tersangka dan menahannya. Kalau memang ada sesuatu, tidak mungkin dong (ada penetapan tersangka), bunuh diri," tambahnya.
Sungarpin pun menilai pernyataan tersangka ML itu sebagai bentuk perlawanan dan dianggap sebagai perilaku wajar dari seorang tersangka yang terlibat kasus korupsi.
"Tentu dengan upaya-upaya dia, semacam pernyataan seolah-olah dia dikorbankan, uang mengalir ke mana-mana. Iitu hal wajar, di mana-mana juga begitu. Bisa saja ngomong ini itu, tetapi buktinya mana?" kata Sungarpin.
Dalam kasus dugaan korupsi dana BLUD periode 2017-2020, tersangka ML ditetapkan sebagai tersangka bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RSUD Praya periode 2016-2022 berinisial AS dan Bendahara RSUD Praya periode 2017-2022 berinisial BPA.
Berdasarkan hasil penyidikan kasus dugaan korupsi itu, muncul kerugian negara dari penghitungan Inspektorat Lombok Tengah dengan nilai sekitar Rp1,88 miliar.
Kerugian tersebut muncul dalam pengelolaan dana BLUD RSUD Praya yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Salah satu item pekerjaan berkaitan dengan pengadaan makanan kering dan makanan basah. Nilai kerugian untuk pekerjaan tersebut sekitar Rp890 juta.