Bagikan:

MATARAM - Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat (NTB) Sungarpin meminta asisten pengawasan (aswas) untuk menelusuri dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya yang diduga masuk ke Korps Adhyaksa.

"Jadi, saya sudah ketemu Kajari Lombok Tengah, kalau memang itu ada yang bisa didalami, termasuk dari oknum kami sendiri, ya kami dalami. Saya sudah perintahkan aswas untuk melakukan klarifikasi sampai mana kebenarannya," kata Sungarpin di Mataram, Antara, Senin, 29 Agustus. 

Perintah Kajati NTB menelusuri adanya dugaan dana BLUD mengalir ke Korps Adhyaksa ini merupakan tindak lanjut pernyataan salah seorang tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana BLUD periode 2017-2020, Muzakir Langkir.

Dokter Muzakir yang merupakan Direktur RSUD Praya melalui kuasa hukum, Lalu Anton Hariawan menyampaikan, pihaknya memegang bukti dana BLUD yang mengalir ke Kejari Lombok Tengah.

"Bukti kuitansi ada kami pegang," kata Anton.

Dia pun menyatakan bahwa tersangka dokter Muzakir siap membantu kejaksaan apabila serius dengan komitmen untuk membongkar kasus ini dan mengungkap para pihak yang turut menikmati dana BLUD.

"Kalau memang serius, kami siap bantu (kejaksaan)," ujarnya.

Bahkan dalam keseriusan membongkar keterlibatan orang lain, yang di antaranya disebut mengalir ke pejabat daerah dan aparat penegak hukum, Anton menegaskan bahwa pihaknya kini sedang menyiapkan bahan untuk rencana dokter Muzakir mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) atau saksi pelaku.

"Jadi, semua masih kami persiapkan dan bicarakan dengan klien kami (dokter Muzakir), khususnya soal pengajuan jadi JC," ucap dia.

Dalam kasus dugaan korupsi dana BLUD periode 2017-2020, dokter Muzakir ditetapkan sebagai tersangka bersama pejabat pembuat komitmen (PPK) RSUD Praya periode 2016-2022, berinisial AS, dan Bendahara RSUD Praya periode 2017-2022, berinisial BPA.

Berdasarkan hasil penyidikan, muncul kerugian negara dari penghitungan Inspektorat Lombok Tengah dengan nilai sedikitnya Rp1,88 miliar.

Kerugian tersebut muncul dalam pengelolaan dana BLUD RSUD Praya yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Salah satu item pekerjaan berkaitan dengan pengadaan makanan kering dan makanan basah. Nilai kerugian untuk pekerjaan tersebut sedikitnya mencapai Rp890 juta.

Sebagai tersangka, ketiga pejabat RSUD Praya tersebut dikenakan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 Juncto Pasal 12 huruf e Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 54 ayat 1 Ke-1 KUHP.