Bagikan:

MATARAM - Mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Praya Kabupaten Lombok Tengah dr. Muzakir Langkir mengungkap adanya dana badan layanan umum daerah (BLUD) yang mengalir ke oknum jaksa.

Langkir yang menjadi terdakwa dalam perkara dugaan korupsi dana BLUD pada RSUD Praya tersebut mengungkapkan hal tersebut saat hadir sebagai saksi mahkota untuk terdakwa lain, yakni Adi Sasmita selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Bendahara BLUD Baiq Prapningdiah Asmarini di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram, Nusa Tenggara Barat, dikutip ANTARA Kamis, 25 Mei.

Langkir mengungkapkan adanya aliran dana BLUD ke kantong oknum jaksa tersebut usai menanggapi pertanyaan penasihat hukum terdakwa Adi Sasmita, Lalu Anton Hariawan.

"Dalam keterangan saudara di BAP (berita acara pemeriksaan), ada uang mengalir ke oknum jaksa meskipun jumlahnya kecil hanya Rp20 juta. Itu benar atau tidak?" kata Anton.

Langkir pun menjawab pertanyaan itu dengan menjelaskan bahwa Rp20 juta tersebut adalah kalkulasi penyerahan dalam periode pengelolaan dana BLUD pada RSUD Praya dalam kurun waktu 2017 sampai dengan 2020.

"Iya, Rp20 juta itu kalkulasi. Jadi, sering kali (oknum jaksa) meminta. Ada juga ke kasi datun saya kasih. Alasannya minta karena anaknya sakit," ujar Langkir.

Selanjutnya, ada juga dana BLUD yang mengalir untuk biaya kampanye Pemilu Bupati Lombok Tengah 2019, pasangan Lalu Pathul Bahri dengan H.M. Nursiah yang kini menjabat sebagai Bupati dan Wakil Bupati Lombok Tengah.

Langkir mengungkap bahwa dana tersebut untuk membiayai sengketa pemilu di tingkat Mahkamah Konstitusi (MK).

"Untuk sengketa pemilu, waktu itu saya disuruh siapkan uang Rp150 juta. Namun, yang bisa saya sediakan hanya Rp100 juta. Itu saya kasih melalui ajudan Bupati," ucapnya.

Langkir pun mengakui bahwa dirinya tidak dapat menyiapkan dana tersebut menggunakan dana pribadi sehingga terpaksa mengambil dari dana BLUD.

"Waktu itu saya ambilkan dari 25 persen dana BLUD," kata dia.

Kepada hakim, Langkir turut menjelaskan bahwa 25 persen dana BLUD tersebut bersumber dari hasil pemotongan uang rekanan atas pengadaan barang dan jasa di RSUD Praya. Nominal pemotongan 5 persen dari setiap pengadaan.

"Jadi, yang saya berikan kepada para pihak ini dari hasil mengumpulkan dana 5 persen yang diberikan para pihak rekanan," ujarnya.

Dalam perkara ini, jaksa mendakwa Langkir saat masih menjabat sebagai Direktur RSUD Praya melakukan, menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yakni Adi Sasmita, Baiq Prapningdiah Asmarini, dan penyedia barang dalam pengelolaan dana BLUD pada RSUD Praya pada tahun 2017 s.d. 2020.

Akibat perbuatan Muzakir Langkir bersama-sama dengan Adi Sasmita, Baiq Prapningdiah Asmarini, dan penyedia barang telah muncul kerugian negara Rp883 juta. Angka kerugian tersebut muncul dalam kegiatan pengadaan makanan berdasarkan laporan hasil audit Inspektorat Lombok Tengah.

Dalam dakwaan Langkir, jaksa penuntut umum menerapkan sangkaan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Jaksa turut menerapkan dakwaan demikian untuk terdakwa Adi Sasmita dan Baiq Prapningsiah Asmarini.