Bagikan:

JEMBER - Penyidik Kepolisian Resor Jember menetapkan MR (16) sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan pelajar hingga menyebabkan korban tewas di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) di Kabupaten Jember, Jawa Timur.

"Pelaku dijerat dengan pasal 80 ayat 3 UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara," kata Kapolres Jember AKBP Hery Purnomo saat menggelar konferensi pers di Mapolres Jember dilansir ANTARA, Jumat, 26 Agustus.

Seorang siswa SMKN kelas X berinisial MR (16) menendang temannya berinisial RP (16) hingga tersungkur dan pingsan pada Selasa (23/8).

Korban kemudian dibantu teman-temannya dibawa ke Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dan akhirnya dirujuk ke puskesmas terdekat, namun korban dinyatakan telah meninggal dunia.

"Pelaku berusaha mencari korban sejak pagi dan bertemu di depan kelas korban, kemudian korban menjelaskan kesalahpahaman dan meminta maaf, namun karena kondisi pelaku dalam keadaan emosi, akhirnya menendang korban sebanyak satu kali hingga pingsan," tuturnya.

Teman korban dan pelaku sempat membawa ke Unit Kesehatan Sekolah (UKS), namun yang bersangkutan tetap saja tidak sadarkan diri, sehingga dibawa ke puskesmas terdekat dan dinyatakan meninggal dunia oleh petugas medis di puskesmas.

"Pelaku menendang korban motifnya karena cemburu, bahwa pelaku merasa harga dirinya diinjak-injak mengingat pacarnya diajak kencan oleh korban. Hal itu dibuktikan dari chat WhatsApp yang dikirim korban kepada pacar pelaku," katanya.

Polisi menyita sejumlah barang bukti berupa telepon genggam korban yang di dalam nya berisi chat pribadi kepada pacar pelaku, kemudian pakaian yang digunakan pelaku dan korban saat terjadinya penganiayaan di sekolah.

"Tersangka ditahan di Mapolres Jember, namun terpisah dengan tahanan dewasa. Kami akan segera memroses dengan menyelesaikan berkas-nya agar pelaku mendapatkan kepastian hukum atas kasus itu," ujarnya.

Hery mengatakan pelaku masih anak-anak, sehingga penyidik melibatkan beberapa pihak yakni Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB), orang tua dan guru pelaku, dan pihak-pihak yang mendampingi pelaku selama proses penyidikan berjalan.

"Kami juga melakukan koordinasi dengan Balai Pemasyarakatan (Bapas), melibatkan psikolog untuk memberikan konseling kepada pelaku terkait kondisi psikologis pelaku karena masih anak-anak, serta melibatkan pemerhati anak," katanya.