Respons Klarifikasi Mahfud MD soal 'DPR Hanya Diam' di Kasus Pembunuhan Brigadir J, Desmond: Kita Bingung karena Kenal Ferdy Sambo
Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa (Foto: Tangkapan Layar Youtube DPR RI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi III DPR merespons klarifikasi Menko Polhukam yang juga Ketua Kompolnas, Mahfud Md, terkait tudingan 'DPR Hanya Diam' dalam menanggapi kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J oleh mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo. 

Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaidi Mahesa mengaku pihaknya bingung lantaran kasus tersebut pada awalnya merupakan kasus internal rumah tangga.  

"Pertama kami reses. Kedua kita bingung, karena isunya seolah-olah persoalan perselingkuhan yang sifatnya rumah tangga, wilayah privat makanya awal ketika saya diwawancara saya prihatin karena saya pikir ini musibah," ujar Desmond di Kompleks Parlemen , Senayan, Jakarta, Senin, 22 Agustus. 

Bahkan, kata Desmond, dia sempat mendoakan agar musibah yang menimpa Ferdy Sambo segera terselesaikan. Sebab, politikus Gerindra itu mengaku mengenal jenderal bintang dua itu. 

"Kejadian (perselingkuhan) ini bisa terjadi pada siapapun. Saya bilang semoga ini diproses dengan proses yang sangat terbuka hanya itu yang bisa saya komentari. Kenapa? Karena saya kenal Sambo, saya pikir ini musibah, istrinya selingkuh, ada tindakan ajudan dan macam-macam," ungkap Desmond. 

Desmond pun mengaku tidak mengetahui sebab musabab kasus polisi tembak polisi ini. Hingga pada akhirnya, semua terbuka bahkan sampai menyeret istri Ferdy Sambo sendiri yang mulanya merupakan korban pelecehan. Meski motifnya belum terungkap. 

"Kita tidak tahu perkembangan, akhirnya semakin jelas istrinya pun jadi tersangka. Motifnya pun sampai hari ini tidak tuntas kan, ada yang paham motifnya apa sampai istrinya terlibat? Kan belum jelas. Kita tunggu di peradilan," kata Desmond. 

Oleh karena itu, tanbahnya, Komisi III DPR memilih diam karena tidak ingin terjebak hal-hal yang masih belum dimengerti. 

"Kami melihat bahwa kalau kita respon kita respon, kita terjebak pada hal-hal yang kita tidak ngerti," jelas Desmond.

Sebelumnya, Menko Polhukam yang juga Ketua Kompolnas, Mahfud Md, mengklarifikasi keberatan Komisi III DPR soal Tudingan 'hanya Diam' dalam menanggapi kasus pembunuhan berencana yang dilakukan mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.  

Mahfud justru berbalik mempertanyakan sikap DPR yang saat awal kemunculan sangat ramai berkomentar. Namun, setelah kasus polisi tembak polisi berjalan dan mulai menuju titik terang, Komisi III DPR tiba-tiba bungkam. 

"Saya bilang DPR diam, DPR itu awal awal emang rame, termasuk saya ikuti pak Trimedya, saya ikuti 3 hari berturut-turut muncul di TV dan keras, bahwa ini harus dibuka tetapi ketika sudah memanas menuju ke ini (dugaan pembunuhan) kok enggak ada suara dari sini. Mana nih kok DPR diam," ujar Mahfud dihadapan pimpinan dan anggota Komisi III DPR serta Komnas HAM dan LPSK di Gedung Nusantara 2, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 22 Agustus. 

Sebab, Mahfud beralasan, dirinya ingin bersama-sama DPR untuk mendorong kejelasan kasus tewasnya Brigadir J di rumah singgah Ferdy Sambo pada 8 Juli lalu. 

"Saya bilang biar sama-sama saya mendorong kasus ini. Kan hukum itu produk politik, ndak bisa jalan sendiri kalau tidak ada suasana politik yang mendorong proyustisianya itu," kata Mahfud. 

Namun, yang terjadi Mahfud justru diminta untuk mempelajari Undang-Undang MD3. Pasalnya, DPR menyatakan tengah reses sehingga tidak bisa memanggil pihak terkait untuk meminta keterangan. Bahkan, ada yang menyebut DPR tidak bisa ikut campur atas kasus ini karena tengah didalami tim khusus bentukan Kapolri. 

"Makanya saya bilang kok DPR diam, lalu DPR bilang 'wah itu Menkopolhukam tidak tau UU bahwa DPR tidak boleh ikut campur'. Loh dulu kok ikut campur terus," tegas Mahfud. 

"Kasus Brotoseno berhasil kan karena DPR ngomong, Brotoseno dipenjara tiba-tiba jadi polisi lagi, menurut UU enggak boleh. Ribut orang. Lalu DPR ngomong katanya karena berjasa, jasa apa sih yang dibuat seorang koruptor? Setelah itu Kapolri dan kompolnas gerak, pecat. Urusan pencabulan santri ngomong, apa-apa ngomong, jadi saya tunggu-tunggu karena merasa cit-cat, sana ngomong sini, sini ngomong sana, biar kebenaran itu keluar," sambungnya.