JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan eks Kepala Bappeda Jawa Timur periode 2017-2018 Budi Setiawan sebagai tersangka dugaan suap alokasi bantuan keuangan Pemprov Jawa Timur. Dia ditahan selama 20 hari pertama di Rutan KPK pada Kavling C1.
Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan kasus yang menjerat mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo. Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto mengatakan penahanan dilakukan untuk kebutuhan proses penyidikan.
"Tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada tersangka BS untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 19 Agustus hingga 7 September di Rutan KPK pada Kavling C1," kata Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat, 19 Agustus.
Kasus ini bermula pada 2013 saat Syahri Mulyo menemui Kepala Bappeda Jatim untuk mendapatkan dukungan pembangunan di Kabupaten Tulungagung. Karyoto menyebut, pemberian bantuan keuangan di Jawa Timur adalah kewenangan gubernur.
"Namun, pada pelaksanaannya analisis kebutuhan penempatan Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Timur didelegasikan kepada Kepala Bappeda sehingga Kepala Bappeda yang melakukan analisa kebutuhan," ungkapnya.
Selanjutnya, pada 2015, terjadi pertemuan dengan beberapa pihak dan hasilnya Budi sepakat untuk memberikan Bantuan Keuangan Prvonsi Jawa Timur kepada Kabupaten Tulungagung.
Namun, kesepatakatan ini didasari dengan pemberian fee berkisar 7 hingga 8 persen dari total anggaran yang diberikan.
"Pada tahun 2015 Kabupaten Tulungagung mendapatkan Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Timur sebesar Rp79,1 miliar," ujar Karyoto.
Uang yang diterima Budi mencapai Rp3,5 miliar. Uang itu diserahkan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung Sutrisno di ruangan Kepala BPKAD Provinsi Jawa Timur.
"Fee yang dikumpulkan oleh Sutrisno berasal dari pengusaha di Kabupaten Tulungagung yang mengerjakan pekerjaan yang mana sumber dana untuk pekerjaan tersebut adalah berasal dari Bantuan Keuangan Provinsi Jawa Timur," kata Karyoto.
BACA JUGA:
Tak sampai di sana, Budi pada 2017-2018 kembali menerima fee sebesar Rp6,75 miliar. Pemberian ini dilakukan setelah Budi kembali memberi alokasi bantuan keuangan sebesar Rp30,4 miliar pada 2017 dan Rp29,2 miliar pada 2018.
Akibat perbuatannya, Budi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.