Mantan Kepala Desa Sebamban Baru Ditelisik Soal Alih Fungsi Lahan jadi Pelabuhan di Kasus Mardani Maming
Ilustrasi-(Foto: DOK ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa empat saksi terkait dugaan suap izin usaha pertambangan yang menjerat Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming. Salah satu saksi yang diperiksa adalah mantan Kepala Desa Sebamban Baru Ilmi Umar.

Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri mengatakan pemeriksaan terhadap keempat saksi itu dilakukan pada Kamis, 18 Agustus di Direktorat Kriminal Khusus Polda Kalsel.

Pada pemeriksaan tersebut, penyidik mendalami beberapa hal termasuk tentang alih fungsi lahan menjadi pelabuhan perusahaan PT Permata Abadi Raya (PAR).

"Ilmi Umar selaku mantan Kepala Desa Sebamban Baru dan saksi Riza Azhari didali antara lain terkait dengan kronologis atas kepemilikan lahan yang dijadikan pelabuhan PT PAR," kata Ali kepada wartawan, Jumat, 19 Agustus.

Penyidik juga menelisik hal lain mulai dari aliran keuangan hingga pembentukan perusahaan PT PAR. Hal ini ditelisik dari dua saksi lainnya yaitu Eka Risnawati yang merupakan bagian keuangan PT PAR dan PT Trans Surya Perkasa (TPS).

"Eka Risnawati selaku bagian keuangan PT PAR dan PT TSP didalami terkait pengetahuan saksi di antaranya mengenai cashflow PT PAR dan PT TSP," ungkap Ali.

"Wawan Surya tim penyidik mengonfirmasi terkait dengan kronologi pembentukan PT PAR," sambungnya.

KPK menetapkan Mardani sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu. Dia ditetapkan sebagai tersangka penerima, sementara selaku pemberi yaitu Hendry Soetio yang merupakan pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) sudah meninggal dunia.

Meski meninggal, KPK memastikan para penyidik sudah mendapat bukti terkait penerimaan yang dilakukan Mardani. Dia diyakini mendapat uang dari Hendry dari 2014 hingga 2020.

Diduga uang yang diterima Mardani melalui orang kepercayaan maupun perusahaannya mencapai Rp104,3 miliar.

Akibat perbuatannya, Mardani Maming disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.