Bagikan:

JAKARTA - Kasus pelanggaran HAM berat di Paniai Papua terjadi tahun 2014. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengaku hingga saat ini belum ada rekomendasi atau permohonan perlindungan saksi dalam kasus tersebut.

"Sampai sekarang belum ada permintaan permohonan dari aparat penegak hukum, termasuk dari Komnas HAM agar LPSK memberikan perlindungan kepada saksi maupun korban," kata Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution saat diskusi bertajuk "Pelindungan untuk Saksi di Pengadilan HAM Peristiwa Paniai" di Jakarta, Kamis 18 Agustus.

Ia mengatakan, di tataran internal lembaga tersebut saat ini sedang berdiskusi untuk melakukan terobosan karena baik aparat penegak hukum, Komnas HAM, saksi, dan korban belum ada yang mengajukan perlindungan.

"Terobosan tersebut nantinya mengarah pada tindakan proaktif," tuturnya disitat Antara.

Jika merujuk pada Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014, katanya, disebutkan bahwa dalam keadaan tertentu LPSK bisa memberikan perlindungan tanpa diajukan permohonan.

Dalam konteks tindakan proaktif, ujar dia, LPSK menawarkan kepada pihak yang dinilai memerlukan perlindungan atau pemenuhan hak lainnya sebagai saksi atau korban.

Pada diskusi tersebut, Nasution memaparkan apa saja yang bisa diberikan LPSK kepada terlindung, misalnya perlindungan fisik, pemenuhan prosedur, bantuan medis, psikologis psikososial hingga perlindungan hukum.

"Yang juga penting dalam kasus Paniai adalah fasilitasi kita untuk melakukan penghitungan restitusi dan kompensasi kepada korban," ujarnya.

Khusus kompensasi bagi korban pelanggaran HAM berat, tambah dia, dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban mensyaratkan kompensasi harus melalui keputusan pengadilan.

"Jadi, ini menjadi diskusi kita bagaimana hak-hak ini bisa dipenuhi," tandasnya.