JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengeluarkan sejumlah catatan usai majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa Mayor Inf. Purn. Isak Sattu dalam kasus dugaan pelanggaran HAM berat Paniai.
"Pertama, penyidikan dan penuntutan dianggap tidak transparan," kata Wakil Ketua Bidang Eksternal Abdul Haris Semendawai di Jakarta, Kamis 8 Desember, disitat Antara.
Abdul Haris menilai penyidikan dan penuntutan kasus HAM berat pada bulan Desember 2014 tidak melibatkan saksi dan korban. Akibatnya, hal itu menimbulkan rasa tidak percaya pada proses hukum yang berlangsung.
"Ini suatu hal yang menurut kami memprihatinkan," kata Abdul Haris.
Tidak hanya itu, lanjut dia, dalam pembuktian juga dinilai Komnas HAM tidak berjalan maksimal. Alasannya, partisipasi aktif dari para saksi, korban, dan pihak keluarga juga tidak hadir di persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Makassar.
"Justru yang hadir di persidangan hanya dari pihak TNI maupun Polri," kata Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) periode 2013-2018 tersebut.
BACA JUGA:
Sementara itu, saksi-saksi masyarakat sipil yang melihat langsung peristiwa tersebut tidak dihadirkan di persidangan. Kalaupun ada, kata dia, berita acara pemeriksaan (BAP) hanya dibacakan.
Tidak sampai di situ, catatan lainnya dari Komnas HAM ialah soal penetapan pelaku tunggal dari peristiwa yang menewaskan empat warga sipil serta sekitar 21 orang lainnya luka-luka. Padahal, sebelumnya ada beberapa komandan dan pelaku lapangan yang direkomendasikan untuk diproses hukum.
"Akan tetapi, ternyata hanya satu yang dijadikan tersangka. Itu sejak awal sudah menimbulkan kekhawatiran dan hari ini terbukti dengan putusan bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran HAM berat," katanya.
Kendati demikian, kata dia, dari putusan pengadilan tersebut paling tidak membuktikan bahwa memang terjadi kasus pelanggaran HAM berat. Namun, yang tidak bisa dibuktikan ialah pihak yang bertanggung jawab.