Hindari Sanksi: Filipina Batalkan Pembelian 12 Helikopter Rusia, Pilih Chinook Amerika Serikat
Ilustrasi helikopter CH-47F Chinook. (Wikimedia Commons/Acroterion)

Bagikan:

JAKARTA - Filipina sedang mencari untuk membeli helikopter angkut berat Chinook dari Amerika Serikat, setelah membatalkan kesepakatan dengan Rusia senilai 12,7 miliar peso, sekita 227,35 juta dolar AS untuk menghindari sanksi, kata duta besar Manila untuk Washington, Senin.

Beberapa hari sebelum Presiden Rodrigo Duterte mengakhiri masa jabatan enam tahunnya Juni lalu, Filipina membatalkan kesepakatan untuk membeli 16 helikopter angkut militer Mi-17 dari Rusia, karena kekhawatiran sanksi AS terkait dengan invasi Rusia ke Ukraina.

"Pembatalan kontrak ini terutama dipicu oleh perang di Ukraina. Ada sanksi dari Amerika Serikat dan negara-negara barat, jelas bukan kepentingan kami untuk melanjutkan dan mengejar kontrak ini," Duta Besar Jose Manuel Romualdez mengatakan kepada wartawan, melansir Reuters 15 Agustus.

Diketahui, Moskow mengatakan sedang melakukan "operasi militer khusus" di Ukraina, seiring dengan invasi yang dilakukan sejak 24 Februari lalu.

Romualdez menerangkan, Chinook akan menggantikan perangkat keras yang digunakan untuk pergerakan pasukan, serta dalam kesiapsiagaan bencana di negara Asia Tenggara itu selama ini.

Amerika Serikat bersedia untuk mencapai kesepakatan untuk jumlah yang ditetapkan Filipina untuk dibelanjakan pada helikopter Rusia, kata Romualdez, menambahkan kesepakatan dengan Washington kemungkinan akan mencakup pemeliharaan, layanan dan suku cadang.

Filipina sedang melakukan diskusi dengan Rusia untuk memulihkan uang muka 38 juta dolar AS untuk helikopter, yang pengirimannya seharusnya dimulai pada November tahun depan, atau 24 bulan setelah kontrak ditandatangani.

Manila tengah berada di akhir modernisasi perangkat keras militernya yang sudah ketinggalan zaman senilai 300 miliar peso selama lima tahun, yang mencakup kapal perang dari Perang Dunia Kedua dan helikopter yang digunakan oleh Amerika Serikat dalam Perang Vietnam.

Selain kesepakatan militer, Filipina, di bawah Presiden baru Ferdinand Marcos Jr, juga menginginkan peningkatan pertukaran ekonomi dengan Amerika Serikat termasuk di bidang manufaktur, infrastruktur digital dan energi bersih, hingga tenaga nuklir modular, tambah Romualdez.