Warga Pulau Terluar Taiwan Santai Lihat Latihan Militer China: Tahun 1958 Lebih Menegangkan
Ilustrasi Jet tempur F-16 Taiwan membayangi pesawat pembom H-6 China. (Wikimedia Commons /軍事新聞通訊社)

Bagikan:

JAKARTA - Yang Yin-shih, warga Kepulauan Kinmen, pulau kecil yang terdekat dengan China, memilih aktivitas seperti biasa. Tidak ada ketegangan meski tahu militer China sedang menggelar latihan perang yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Yang Yin-shih adalah seorang veteran perang yang kini berusia 92 tahun. Dia memilih tetap beraktivitas seperti biasa. Menikmati koran yang ada di genggamannya.

Kepulauan Kinmen hanyalah sebuah pulau kecil. Beberapa mil dari rumah dia, adalah daratan China. Ketika militer di sana sedang unjuk gigi yang sewaktu-waktu bisa mengancam tanah airnya.

China memang baru saja melakukan latihan perang super serius. Latihan militer ini sebagai tanggapan China terkait kedatangan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke ibu kota Taiwan.

Ketika kapal-kapal China menghiasi Selat Taiwan dan rudal-rudal jatuh ke perairan di sekitar pulau itu, risiko konflik yang nyata muncul di kepalanya.

Namun Yang tidak terpengaruh. Padahal Kepulauan Kinmen dengan penduduk 140.000 orang, hanya berjarak 3,2 km di seberang kota Xiamen di China.

"Saya tidak gugup. Kinmen tenang dan tenang," kata Yang dikutip dari Channel News Asia, Sabtu 13 Agustus.

Yang adalah saksi hidup pemboman paling mematikan China di pulau-pulau terdekat Taiwan ke daratan lebih dari 60 tahun yang lalu. Bagi dia, latihan militer China kali ini kecil jika dibandingkan apa yang pernah dia alami.

Latihan perang China tidak dapat dibandingkan dengan pemboman tahun 1958 di Kepulauan Kinmen yang dikuasai Taiwan. Tahun 1958, China menembakkan lebih dari satu juta peluru ke Kinmen. Menewaskan 618 orang dan melukai lebih dari 2.600 orang.

"Pemboman (1958) lebih menegangkan. Saat itu lebih tegang," katanya.

"Sulit untuk mengatakan situasinya - apakah (China) bermaksud untuk mengintimidasi atau memiliki rencana untuk menyerang."

"Taiwan lebih bebas dan kami tidak ingin diperintah oleh China," katanya.

"Tapi kita harus memenuhi kebutuhan."

Namun ada perpecahan di pulau-pulau itu, dengan beberapa penduduk Kinmen siap mempertahankan tanah air mereka dari agresi China.

“Jika ada perang, saya akan berperang,” kata Huang Zi-chen, seorang insinyur sipil berusia 27 tahun.

"Saya lahir di negara ini dan saya harus melalui suka dan duka ketika negara saya membutuhkan saya," katanya.