Bagikan:

JAKARTA - China tidak akan menoleransi kegiatan separatis di Taiwan, menegaskan kembali akan mengambil pulau yang memiliki pemerintahan mandiri tersebut dengan paksa, jika diperlukan bunyi buku putih yang diterbitkan Hari Rabu.

Peringatan dari Beijing, yang menganggap Taiwan sebagai wilayahnya, datang setelah berhari-hari latihan militer China yang belum pernah terjadi sebelumnya di sekitar pulau yang dipicu oleh kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi pekan lalu.

Buku putih tersebut menguraikan bagaimana China bermaksud untuk mengklaim Taiwan, melalui berbagai insentif ekonomi dan tekanan militer.

"Kami siap untuk menciptakan ruang yang luas untuk reunifikasi damai, tetapi kami tidak akan meninggalkan ruang untuk kegiatan separatis dalam bentuk apa pun," tulis Pemerintah China buku putih itu, melansir CNA dari AFP 10 Agustus.

China "tidak akan meninggalkan penggunaan kekuatan, dan kami memiliki opsi untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan".

Namun ditambahkan: "Kami hanya akan mengambil tindakan drastis jika terpaksa, untuk menanggapi provokasi elemen separatis atau kekuatan eksternal jika mereka melewati garis merah kami."

Buku putih China menjanjikan kemakmuran ekonomi Taiwan serta "keamanan dan martabat yang lebih besar" setelah "penyatuan kembali".

Sementara mengutip Antara, buku berjudul 'Permasalahan Taiwan dan Reunifikasi China pada Era Bru' tersebut diterbitkan oleh Kantor Urusan Taiwan dan Kantor Informasi yang berada di bawah Dewan Negara China.

Buku tersebut juga mengutip Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 2758 tentang Prinsip Satu China, yang secara hukum tidak diragukan lagi dan telah diakui di seluruh dunia.

"Kami adalah satu China dan Taiwan bagian dari China. Hal ini Fakta yang tidak bisa dipertentangkan, yang didukung oleh sejarah dan undang-undang. Taiwan tidak akan pernah menjadi negara karena statusnya sebagai bagian dari China tidak bisa diubah," tegas buku tersebut.

Diketahui China terakhir mengeluarkan buku putih tentang Taiwan pada tahun 2000. Sejak akhir 1990-an, pulau itu telah berubah dari otokrasi menjadi demokrasi yang dinamis, dan identitas Taiwan yang berbeda telah muncul.

Hubungan China dan Taiwan memburuk secara signifikan sejak Tsai Ing-wen menjadi presiden pada 2016. Presiden Tsai dan Partai Progresif Demokratiknya tidak menganggap Taiwan sebagai bagian dari China.