Bagikan:

JAKARTA - Pegiat media sosial Eko Kuntadhi menilai tindakan intoleran yang dilakukan oknum guru SMAN 58 Jakarta melarang siswa nonmuslim mencalonkan diri menjadi Ketua OSIS merupakan sisa-sisa dari Pilkada DKI 2017.

Kala itu politik indentitas kental digunakan salah satu pendukung calon pasangan. Bahkan muncul spanduk-spanduk meresahkan berisi masjid tolak mensalatkan jenazah pendukung kandidat yang berstatus terdakwa.

"Imbas eksploitasi ayat dan mayat saat Pilkada Jakarta," komen Eko dalam akun Twitternya, @_ekokuntadhi.

Menurut Eko, dampak rasialisme yang memecah belah bangsa itu kini telah menyebar dalam beragam aspek, tak terkecuali dunia pendidikan.

Dalam kasus ini, dialami siswa nonmuslim SMAN 58 Jakarta sehingga proses belajar mengajar tidak berlangsung seperti semestinya lantaran dicemari tindakan-tindakan rasialisme.

"Merembes terus sampai jauh. Bahkan merusak institusi pendidikan kita," ujarnya.

Eko mengatakan politik identitas yang terjadi dalam sekolah bisa membuat siswa menjadi terbelah. Hal itu semestinya tidak terjadi jika dalam momentum Pilkada DKI terdahulu para pendukungnya tidak saling menjatuhkan dengan permusuhan hingga kebablasan.

"Inilah kerusakan yang disumbangkan akibat politisasi agama yang kebablasan," ujarnya.

Tindakan diskriminatif kepada pelajar yang dilakukan oknum guru SMAN 58 Jakarta kinitelah ditangani Dinas Pendidikan DKI. Kepada guru yang bersangkutan, Dinas Pendidikan DKI telah memberikan sanksi disiplin berupa mutasi.