JAKARTA - Tim kuasa hukum Front Pembela Islam (FPI) berbicara soal rencana klarifikasi terhadap sejumlah pihak atas dugaan pelanggaran UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Respons ini muncul setelah Polri bakal mengklarifikasi dugaan pelanggaran protokol kesehatan atas munculnya kerumunan dalam kegiatan Rizieq Shihab.
“Terkait tuduhan dugaan pelanggaran Pasal 93 jo 9 ayat (1) UU Nomor 6/2018 jo Pasal 216 KUHP terhadap HRS dan HPI, pertama, dugaan itu masih sangat prematur secara hukum,” kata kuasa hukum FPI, Aziz Yanuar kepada wartawan, Senin 16 November malam.
Alasannya, Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan menurut Aziz menyebutkan frasa 'menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat'. Hal ini merujuk pada lampiran Kepmenkes 413/2020 jo Keppres 11/2020 yang menyebutkan COVID-19 masuk ke dalam kedaruratan kesehatan masyarakat (KKM).
“Nah apa dasar hukum menetapkan kejadian malam ahad kemarin masuk KKM? Bukti hukumnya mana? Harusnya kan ada terlebih dahulu dasar jelas timbul KKM itu, baru kemudian dilanjutkan dengan tindakan pemanggilan untuk klarifikasi dan semacamnya,” tegas Aziz.
BACA JUGA:
Pihak Rizieq Shihab juga mempertanyakan bagaimana pelanggaran protokol kesehatan yang sudah terjadi sebelumnya. Pihak kuasa hukum FPI mencontohkan rapat koordinasi tingkat menteri di Bali pada Juni lalu.
“Berkumpul tanpa masker dan tidak jaga jarak. Tidak ada sanksi dan denda serta tidak ada pencopotan terhadap aparat keamanan setempat,” sambung Aziz.
Ada juga gelaran marathon di Magelang, Jawa Tengah yang ikut disinggung. Menurut Aziz, para penonton berkumpul tanpa jaga jarak tapi tidak ada sanksi pencopotan aparat keamanan setempat.
“Gibran daftar bakal calon wali kota Solo September kemarin kumpulkan banyak massa tidak ada sanksi dan denda. Tidak ada pencopotan aparat keamanan di Solo, malah alasan Gibran alasan pendukung sangat banyak dan tidak bisa diketati,” sambung Aziz mencontohkan peristiwa lainnya.
“Kenapa semua itu di atas contoh sedikit tidak dipermasalahkan? Tidak heboh sampai aparat keamanan dicopot,” ujar Aziz.
Dia mengingatkan soal hak setiap orang memperoleh perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. “Artinya HRS dan FPI dan lain-lain memiliki hak sama dengan pihak lain, kedudukan sama di hadapan hukum,” imbuhnya.