Dinilai Tak Tegas Sikapi Kerumunan Rizieq, Anies Singgung Pilkada dan Tegaskan Pelanggaran Ditindak
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (Foto: Diah Ayu W/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menanggapi anggapan yang menyebut dirinya tidak tegas terhadap pelanggaran protokol kesehatan massa pengikut pimpinan FPI karena tidak melakukan pencegahan kerumunan.

Saat disinggung mengenai hal tersebut, Anies sempat berbicara soal penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020. Menurut Anies, Pemprov DKI masih lebih proaktif dalam mengingatkan pentingnya protokol kesehatan dibanding pelaksanaan Pilkada 2020.

"Anda lihat Pilkada di seluruh Indonesia sedang berlangsung, adakah surat (resmi) mengingatkan penyelenggara tentang pentingnya menaati protokol kesehatan?" ungkap Anies di gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin, 16 November.

Anies lantas berbicara soal penindakan yang dilakukan dengan menjatuhkan sanksi sebesar Rp50 juta dari kegiatan Maulid Nabi Muhammad dan acara pernikahan yang digelar Rizieq sudah tepat.

Pemerintah Provinsi DKI, kata Anies, telah menjalankan sesuai dengan ketentuan. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Nomor 79 Tahun 2020 dan Pergub DKI Nomor 80 Tahun 2020.

"Ketika terjadi pelanggar atas protokol kesehatan, maka pelanggaran itu ditindak sesegera mungkin. Dalam waktu kurang dari 24 jam, Pemprov DKI Jakarta menegakkan aturan. Artinya yang melanggar ya harus ditindak," jelas Anies.

Salah satu kritikan soal sikap Pemprov DKI dalam menghadapi kerumunan Rizieq datang dari ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif. 

Dari kasus kerumunan yang berkali-kali dilakukan Rizieq serta pengikutnya, Syarif memandang Pemprov DKI tidak melakukan penanganan COVID-19 secara tegas dan tidak melakukan edukasi untuk mencegah kembalinya kerumunan massa.

"Kalau memang membuat edukasi, maka penerapannya tegas. Kerumunan yang terjadi, apakah itu penjemputan, atau Maulid Nabi, saya melihat ada ketidaktegasan Pemprov DKI," ucap Syarif kepada VOI.

Jika penanganan COVID-19 di DKI terus berjalan longgar ketika pandemi belum terkendali, Syarif memperkirakan lonjakan kasus yang lebih tinggi lagi bakal terjadi dalam satu hingga dua minggu ke depan. Sebab, DKI merupakan penyumbang kasus terbesar se-Indonesia.