Epidemiolog Nilai Anies Pilih Kasih Tegakkan Aturan PSBB
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif memandang Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pilih kasih dalam menindak kerumunan massa dari kegiatan yang diselenggarakan pimpinan FPI, Muhammad Rizieq Shihab.

Sebab, dalam menindak kerumunan ini, Pemprov DKI sebatas memberi sanksi denda administratif sebesar Rp50 juta ketika acara telah selesai. 

"Kerumunan yang terjadi, apakah penjemputan, atau maulid nabi, saya melihat ada ketidaktegasan pemprov DKI. Ibaratnya, pilih kasih begitu," kata Syarif saat dihubungi VOI, Senin, 16 November.

Jika Pemprov DKI menegakkan aturan PSBB, maka kegiatan yang digelar Rizieq di kawasan Petamburan, Jakarta Pusat tersebut dibubarkan ketika kerumunan telah terjadi.

Terlebih, selama ini Pemprov DKI sering melakukan inspeksi hingga membubarkan masyarakat di sejumlah tempat usaha yang kedapatan melanggar protokol kesehatan. 

Selain itu, sejumlah perkantoran juga dilakukan penutupan sementara jika terbukti tidak membatasi kapasitas pekerjanya.

"Kan selama ini Pemprov DKI kelihatannya tegas terhadap protokol kesehatan. Ada yang bikin kawinan, dibubarin, ada pelanggaran protokol di perkantoran terus ditutup, restoran tidak menjaga jarak terus ditutup. Tapi yang kemarin kok tidak tegas," ungkap Syarif.

"Masak sudah terjadi, baru melakukan sesuatu. Enggak ada gunanya. Harusnya bisa diantisipasi sebelumnya. kan jelas, protokol kesehatan melarang untuk berkerumun. Harusnya dibubarkan tuh kalau ada kerumunan," tambahnya.

Lebih lanjut, menurut Syarif, pemberian sanksi kepada pelanggar protokol kesehatan tak lantas membuat masyarakat menjadi jera dan langsung menghindari kerumunan massa.

"Orang bikin kegiatan kerumunan, ada konsekuensi dendanya, ya memang benar. Tapi, kan itu belum tentu buat efek jera," sebut dia.

Dari kasus kerumunan yang berkali-kali dilakukan Rizieq serta pengikutnya, menunjukan bahwa Pemprov DKI tidak melakukan penanganan COVID-19 secara tegas dan tidak melakukan edukasi untuk mencegah kembalinya kerumunan massa.

"Kalau memang membuat edukasi, maka penerapannya tegas. Kerumunan yang terjadi, apakah itu penjemputan, atau Maulid Nabi, saya melihat ada ketidaktegasan Pemprov DKI," tutup Syarif.