6.390 Keluarga di Gunung Kidul Alami Kemiskinan Ekstrem, Pemkab Tunggu Pusat Soal Petunjuk Teknis
Ilustrasi. Fenomena tanah ambles beberapa kali terjadi di Kabupaten Gunung Kidul. Salah satunya di Dusun Karangawen, Kecamatan Girisubo, pada Januari 2020. (Antara)

Bagikan:

DIY - Sebanyak 6.390 keluarga di Kabupaten Gunung Kidul masuk dalam daftar tingkat kemiskinan ekstrem karena pendapatan kurang dari Rp11.941 per hari, atau Rp358.233 per orang setiap bulan.

Angka itu berdasarkan data terbaru yang dikeluarkan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di 2022.

"Gunung Kidul menjadi salah satu prioritas untuk pengentasan masalah kemiskinan ekstrem. Berdasarkan data dari TNP2K, masih ada 6.390 KK yang masuk kategori ini," kata Kepala Bidang Pemerintahan Sosial dan Budaya Bappeda Gunung Kidul Ajie Saksono di Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat 29 Juli,

Menurut dia, kemiskinan ekstrem ini pendataannya mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) milik Kementerian Sosial. Untuk penetapan mengacu pada pendapatan yang diperoleh masing-masing keluarga.

Keluarga yang dikatakan miskin ekstrem, kata dia, yakni pendapatan per harinya kurang dari Rp11.941 per hari atau Rp358.233 per orang setiap bulan, maka masuk dalam kategori miskin ekstrem.

"Di Gunung Kidul ada 6.390 KK yang masuk kategori ini. DIY hanya Kota Yogyakarta yang tidak ada keluarga miskin ekstrem. Sedangkan Bantul, Kulon Progo Progo dan Sleman masuk sasaran," tuturnya disitat Antara.

Persebaran kemiskinan ekstrem di Gunung Kidul menyebar merata di 18 kecamatan/kapanewon. Namun untuk sasaran program difokuskan di Kapanewon Saptosari, Playen, Gedangsari, Nglipar, Ponjong, Tepus dan Karangmojo.

Ajie Saksono juga mengatakan 6.390 KK dengan kemiskinan ekstrem, sebagian besar sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Sebagai contoh, ada 5.600 keluarga yang mendapatkan bantuan dari Program Sembako. Selain itu, ada juga yang mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH) sebanyak 5.470 keluarga.

“Memang belum semuanya, makanya kami menunggu instruksi dari Pemerintah Pusat guna mencapai target nol keluarga miskin ekstrem di 2024,” katanya.

Aji mengaku, belum ada program khusus penanganan kemiskinan ekstrem. Pemkab Gunung Kidul masih menunggu petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari pemerintah pusat terkait penanganan kemiskinan ekstrem sehingga Bappeda berencana menyiapkan data berdasarkan data dari DTKS.

"Program penanganan kemiskinan masih terkait kemiskinan selama ini baik yang sifatnya bantuan sosial maupun pemberdayaan. Asumsi kita yang masuk kategori kemiskinan ekstrem juga akan tersasar," katanya.

Sementara itu, Anggota Komisi D DPRD Gunungkidul Ery Agustin berharap pemkab serius dalam upaya pengentasan kemiskinan.

Selain itu, ia berharap pemerintah agar masalah data benar-benar diperhatikan sehingga keabsahannya bisa dipertanggungjawabkan.

“Tujuannya agar program bisa tepat sasaran, jadi keakuratan data harus diperhatikan,” tandasnya.