JAKARTA - Putra mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) mengatakan pihaknya telah mengambil tindakan untuk mencegah terulangnya peristiwa pembunuhan jurnalis Jamal Kashoggi, tetapi menyebut Amerika Serikat juga telah membuat kesalahan, termasuk di Irak, saat bertemu dengan Presiden Joe Biden.
Presiden Biden mengatakan pada Hari Jumat, dia memberi tahu Pangeran MBS, jika dirinya menganggapnya sang pangeran bertanggung jawab atas pembunuhan jurnalis Washington Post Khashoggi di Konsulat Arab Saudi di Istanbul tahun 2018, tak lama setelah bertukar kritik dengan penguasa de facto kerajaan.
"Presiden mengangkat masalah ini. Dan putra mahkota menjawab bahwa ini adalah episode yang menyakitkan bagi Arab Saudi dan itu adalah kesalahan yang mengerikan," kata Menteri Luar Negeri kerajaan Adel al-Jubeir, melansir Reuters 16 Juli.
Diketahui, mereka yang dituduh dibawa ke pengadilan dan dihukum dengan hukuman penjara, katanya. Sementara, badan-badan intelijen Negeri Paman Sam percaya, putra mahkota memerintahkan pembunuhan Khashoggi, yang dibantahnya.
Pada kesempatan tersebut, MBS juga sempat menyinggung perihal peristiwa yang terjadi di negara-negara lain, terkait dengan upaya untuk mencoba memaksakan nilai-nilai yang berbeda, mengatakan hal itu harus dihormati atau akan menjadi bumerang.
"Itu tidak berhasil ketika AS mencoba memaksakan nilai-nilai di Afghanistan dan Irak. Faktanya, itu menjadi bumerang. Tidak berhasil ketika orang mencoba memaksakan nilai-nilai dengan paksa pada negara lain," Jubeir mengutip Pangeran MBS saat memberitahu Presiden Biden.
"Negara memiliki nilai yang berbeda dan nilai-nilai itu harus dihormati," sambungnya.
Pertukaran itu menyoroti ketegangan yang membebani hubungan antara Washington dan Riyadh, sekutu terdekat Arabnya, atas beberapa masalah, termasuk Khashoggi, harga minyak yang tinggi, dan perang Yaman.
BACA JUGA:
"Yang Mulia mengatakan kepada Presiden, kesalahan seperti ini terjadi di negara lain dan kami melihat kesalahan seperti ini dilakukan oleh Amerika Serikat di Abu Ghraib (penjara di Irak)," ungkap Jubeir.
Selain itu, Pangeran Mohammed juga mengangkat pembunuhan jurnalis Palestina-Amerika Shireen Abu Akleh selama serangan Israel di Tepi Barat. Kemudian, Jubeir menolak tuduhan bahwa Arab Saudi memiliki ratusan tahanan politik.
"Itu sama sekali tidak benar. Kami memiliki tahanan di Arab Saudi yang telah melakukan kejahatan dan diadili oleh pengadilan kami dan dinyatakan bersalah," sebutnya.
"Gagasan bahwa mereka akan digambarkan sebagai tahanan politik adalah konyol," tambahnya.
Diketahui, Washington telah melunakkan sikapnya terhadap Arab Saudi sejak Rusia menginvasi Ukraina awal tahun ini, memicu salah satu krisis pasokan energi terburuk di dunia.