Bagikan:

JAKARTA - Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah IV Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ely Kusumastuti minta DPRD Provinsi Sulawesi Utara membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat dan antikorupsi.

"Kebijakan dari hulu ke hilir itu harus dibuat dengan transparan, akuntabel, dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan pihak mana pun, agar tercipta praktik dan tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi," kata Ely dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi di Ruang Rapat Paripurna DPRD Sulawesi Utara, dilansir dari Antara, Sabtu 16 Juli.

Ely memaparkan upaya pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan secara sporadis. Atas dasar itu, KPK melihat peran anggota dewan sangat besar dan perlu dimanfaatkan demi kebaikan masyarakat luas.

"Periode saat ini, anggota dewan akan disibukkan dengan penyusunan anggaran untuk APBD 2023, mulai dari penyusunan, persetujuan, hingga pengesahan, merupakan titik kunci kesejahteraan masyarakat dan harus dilakukan dengan benar," katanya.

Lebih lanjut, pada proses ini Ely mengingatkan rancangan anggaran harus memperhatikan kehati-hatian, sebab jika proses ini salah langkah maka akan menimbulkan celah tindak pidana korupsi yang bisa dimanfaatkan oleh para oknum.

Tidak hanya itu, demi menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih, KPK membuka diri jika DPRD Sulut ingin meminta bantuan atau pendampingan.

Apalagi program koordinasi supervisi KPK fokus dengan pencegahan celah korupsi dalam penganggaran, pengadaan barang dan jasa, perizinan, manajemen ASN, manajemen aset daerah, Optimalisasi Pajak Daerah (OPD), APIP, dan tata kelola dana desa.

"KPK tidak berniat mencari-cari kesalahan. Ketika kami berkoordinasi untuk pencegahan, kami tidak ada niat menangkap. Kami justru ingin bersama-sama mengemban amanah membangun Sulut bebas dari korupsi," pesan Ely.

Sementara itu, Kepala Satuan Tugas Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah IV KPK Wahyudi meminta anggota dewan untuk melakukan fungsi pengawasan lebih ketat di wilayah Sulut, sebab banyak permasalahan tentang aset pemerintah yang kegunaannya tidak bermanfaat bagi masyarakat.

Misalnya, di Kabupaten Minahasa Utara dan Kabupaten Bolaang Mongondow terdapat rumah dinas bupati dan wakil bupati yang sejak dibangun hingga saat ini tidak pernah digunakan.

Hal ini harus menjadi perhatian karena bangunan tersebut dibangun menggunakan uang rakyat yang jumlahnya tidak sedikit.

DPRD, menurut Wahyudi harus melakukan kajian dan meminta keterangan dari berbagai pihak untuk mempertanggungjawabkan tentang aset pemerintah ini. Jangan sampai di kemudian hari penataan aset pemerintah terhambat karena ada gugatan hukum dari pihak yang mengklaim atas keberadaan tanah dan bangunan tersebut.

"Ada juga Balai Diklat yang sampai hari ini tidak digunakan. Ini tidak ada manfaat bagi rakyat dan merugikan karena biaya pembangunannya miliaran rupiah," kata Wahyudi.

KPK juga menyoroti tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sulut yang belum optimal. Ia meminta anggota legislatif mendorong target PAD berdasarkan potensi bukan realisasi dari tahun sebelumnya.

"Ada sembilan penerbangan langsung namun ternyata tidak ada peningkatan wisatawan asing secara signifikan. Kami berharap Dewan bisa memastikan target PAD. Harus dibedah PAD dari apa saja? Pajak, berapa hotel, berapa restoran, berapa tempat hiburan, dan potensinya berapa," katanya.

Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Utara Fransiscus A. Silangen menyampaikan terima kasih kepada KPK karena telah memberikan arahan kepada anggota dewan.

Hal ini perlu dijadikan renungan bersama bagi seluruh pihak agar ke depan bisa melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi lebih baik.

"Pesan moral ini harus dihayati. Hal ini demi terciptanya cita-cita Sulut bebas dari korupsi," katanya.

Turut hadir dalam kegiatan ini Wakil Ketua DPRD Victor Mailangkay, James Arthur Kojongian, dan Billy Lombok, serta sejumlah pejabat.