Bagikan:

JAKARTA - Juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sigid Widodo menilai terjadi ketimpangan antara kurva penduduk miskin di Indonesia dengan yang dialami di Provinsi DKI Jakarta.

"Di saat warga miskin di Indonesia berkurang signifikan, di Jakarta kemiskinan justru meningkat," komen Sigit dalam akun Twitternya, @sigitwid, Jumat 15 Juli.

Sidit menyinggung data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta yang dirilis dalam situs resminya, tertulis persentase penduduk miskin di Indonesia turun sebanyak 1,38 juta jiwa.

Jumlah warga miskin di Tanah Air menjadi 26,16 juta jiwa pada Maret 2022, merosot 0,60 persen pada Maret 2021.

Dalam data yang sama, jumlah penduduk miskin DKI Jakarta bertambah 3.750 orang. Itu berarti penduduk miskin di Jakarta menjadi 502,04 ribu jiwa atau 4,69 persen dari total jumlah penduduk.

Sigid mengaku heran dengan keadaan yang menimpa DKI Jakarta tersebut. Lantaran disadari, DKI Jakarta menjadi salah satu daerah yang mengantongi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tertinggi di Indonesia.

"Padahal @DKIJakarta memiliki APBD tertinggi di Indonesia," imbuh Sigit.

Adapun rentang APBD DKI Jakarta dari 2018 hingga 2022 berkisar Rp77-89 triliun. Pada 2018, APBD DKI sebesar Rp70,11 triliun, sedangkan 2019 berjumlah Rp89,08 triliun dengan APBD perubahan tahun 2019 pada angka Rp86,89 triliun.

Permukiman padat penduduk di bantaran Sungai Ciliwung, Kampung Melayu, Jakarta, Jumat 16 Juli 2021. (Antara/Aditya PP)

Selanjutnya pada 2020 APBD DKI Rp87,95 triliun dengan perubahan Rp63,30 triliun. Disusul 2021 APBD DKI sebesar Rp84,19 triliun dengan APBD perubahan Rp79,89 triliun. Terkini 2022 APBD DKI ditetapkan Rp82,47 triliun.

Menurut Sigit, pemanfaatan APBD DKI tidak tepat fungsi sehingga ketimpangan antara kaya dan miskin di Ibu Kota masih tinggi.

"Begini hasilnya kalau APBD dihambur-hamburkan untuk kegiatan tidak jelas seperti Formula E dan sumur resapan," tandasnya.