JAKARTA - Fraksi PDIP DPRD DKI memberi pesan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada empat tahun kepemimpinannya di Ibu Kota.
Pesan ini dilontarkan saat melihat banyak program yang digagas Anies sejak awal menjabat menampakkan hasil yang tidak optimal. PDIP menganggap program Pemprov DKI banyak yang dilakukan dengan tidak serius. Dengan kata lain, asal jadi.
Anies harus ingat, segala program yang dijalankannya harus mengacu pada apa yang sudah tertuang dalam recana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) DKI tahun 2017-2022.
"Membangun Jakarta bukan hanya sekadar asal ada. Jangan yang penting sudah ada tapi hasilnya jauh dari yang ditargetkan," kata Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono pada Selasa, 21 Desember.
Gembong pun menyoroti ada enam program Anies selama empat tahun menjabat tak dikerjakan dengan benar. Padahal, program ini berdampak kepada masyarakat Jakarta.
"Kita mencatat beberapa hal yang perlu kita sampaikan soal pembangunan belum menyentuh pokok persoalan. Jadi, apa yang dilakukan Pak Anies selama 4 tahun lebih belum menyentuh persoalan pokok Jakarta," ungkap dia.
BACA JUGA:
Pertama, PDIP menyoroti masalah penanggulangan banjir. Ia menyayangkan Anies belum pernah menggarap program normalisasi sungai sejak tahun 2018 hingga 2021.
Padahal, target keseluruhan normalisasi sungai sebagai program pengendalian banjir sebanyak 33,69 kilometer. Sayangnya, baru 16 kilometer yang berhasil dinormalisasi. Itupun dilakuakan sebelum Anies menjabat pada 2017.
"Selama empat tahun kita hanya bergumul, hanya berdebat soal istilah mau normalisasi atau naturalisasi. Tapi apapun dua-duanya tidak ada yang dieksekusi," ujar Gembong.
Kemudian soal pembuatan sumur resapan yang semrawut. Pemprov DKI menargetkan pembangunan sekitar 25 ribu titik sumur resapan dengan anggaran Rp411 miliar selama tahun 2021. Namun, faktanya saat ini banyak sumur resapan yang bermasalah.
"Pengerjaan sumur resapan tak tepat sasaran. Padahal, sesuai aturan Pergub Nomor 20 Tahun 2013, sumur resapan harus berada di area bangunan, bukan di luar area seperti jalanan," ungkap Gembong.
Kedua, soal pembangunan rumah DP Rp0. Selama Anies menjabat, Pemprov DKI baru membangun 967 unit rumah DP Rp0 dari target 232.214 unit. Belum lagi, batas penghasilan maksimal masyarakat yang bisa mengajukan kredit rumah DP Rp0 sampai Rp14 juta.
"Masyarakat miskin mana di Jakarta yang punya pehasilan 14 juta? Ini sudah bukan masyarakat miskin berpenghasilan rendah kalau penghasilannya Rp14 juta. Kalau masyarakat penghasilan Rp14 juta, mereka enggak mau rumah DP Rp0. Dia pasti milih rumah tapak, dan pasti di sekitar kota Jakarta," jelas dia.
Ketiga, program OK OCE yang realitanya masih jauh dari target. Anies pernah menuturkan bahwa target OK OCE telah terlampaui dengan mencetak 281 ribu UMKM dari target 200 ribu.
Padahal, kata Gembong, 281 ribu UMKM yang disebutkan itu hanya baru dalam tahap mendaftar. Sementara, UMKM yang sudah diberi permodalan baru sekitar 6 ribuan.
"Jadi diklaim begini, bahasanya melampaui dari target pendaftarnya. Padahal yang sudah mencapai 7 tahapan itu yang bisa dikatakan wirausahawan baru itu baru 6.000 UMKM kita dari target 200 ribuan. Jauh dari harapan rakyat Jakarta," cecar Gembong.
Keempat, program pembangunan kelanjutan lintas raya terpadu (LRT) Jakarta selama masa kepemimpinan Anies masih 0 kilometer. Padahal, LRT masuk dalam Program Strategis Nasional (PSN) berdasarkan Perpres Nomor 56 Tahun 2018.
"LRT tak dilanjutkan alasannya karena pendapatan seret. Padahal ada dana PEN. Kalau Pemprov mau berkonsentrasi di program ini, saya kira bisa meng-cover. Untuk bangun sumur resapan bisa, masak LRT engga bisa," jelas Gembong.
Kelima, dipaksakannya gelaran Formula E. Gembong menyebut PDIP masih menuntut penjelasan dari Anies mengenai penggunaan anggaran Rp560 miliar dari APBD yang sudah dibayar untuk commitment fee.
"Sampai hari ini kita belum diberikan studi kelayakan terhadap penyelenggaraan Formula E. Jangankan rakyat Jakarta, DPRD sampai hari ini belum mendapatkan itu. Padahal yang dipakai adalah duit rakyat Jakarta," papar dia.
Keenam, tak ada rehabilitasi total pada sekolah yang ada di Ibu Kota. padahal, DPRD mencatat sebanyak 299 titik sekolah di Jakarta yang sudah harus direhabilitasi total karena bangunannya sudah tidak layak.
"Kalau Pemprov beralasan tidak ada dana, ya tiDak bisa, kan PEN bisa dikolaborasikan. Jangan semua digelontorkan pada tiga aktivitas, untuk JIS, TIM, dan sumur resapan. Kenapa justru untuk anak-anak kita yang nantk akan menggantikan kita semua tidak kita persiapkan sejak dini soal pendidikan?" kata Gembong.
Terakhir, Gembong memberi penegasan, "Menata kota tidak hanya berputar pada retorika yang sudah ada. Masak, rakyat Ibu Kota yang cerdas mau diputar dengan kata-kata?".